Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril Ragu Kesalahan Ketik UU Cipta Kerja Bisa Diuji ke MK

Kompas.com - 06/11/2020, 14:20 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra ragu persoalan salah ketik dalam Undang-undang Cipta Kerja dapat diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebab, kewenangan MK adalah menguji undang-undang secara formil dan materiil. Sementara, kesalahan pengetikan belum tentu menyalahi prosedur pembentukan undang-undang ataupun substansi dari UU itu sendiri.

"MK itu kan hanya berwenang untuk menguji undang-undang secara formil dan materiil. Untuk menguji secara materiil ke Mahkamah Konstitusi, apanya yang mau diuji? Mau menguji salah ketik?," kata Yusril dalam acara "Rosi" yang ditayangkan Kompas TV, Kamis (5/11/2020).

Baca juga: MK Berpotensi Batalkan UU Cipta Kerja, Yusril Minta Pemerintah-DPR Hati-hati Hadapi Uji Materi

Jika proses pembentukan sebuah undang-undang didapati kesalahan prosedur, kata Yusril, UU tersebur berpotensi dibatalkan MK.

Yusril mencontohkan, MK pernah membatalkan perubahan ketentuan yang ada dalam Undang-undang tentang Pemerintahan Aceh.

Perubahan itu dibatalkan lantaran prosedur pembentukannya tak mengikutsertakan pihak-pihak yang semestinya dilibatkan sehingga dinilai menyalahi prosedur.

"Persoalannya, salah ketik itu prosedural atau tidak? Itu dia masalahnya," ujar Yusril.

Yusril memahami bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan mengatur adanya asas kecermatan dalam pembentukan undang-undang.

Namun, asas itu menyangkut rumusan suatu norma, bukan persoalan pengetikan.

Baca juga: Pakar Sebut Kesalahan di UU Cipta Kerja Tak Bisa Direvisi dengan Kesepakatan Saja

Oleh karenanya, Yusril menilai, salah ketik dalam UU Cipta Kerja ini tak substansial.

"Terlalu jauh kita menafsirkan itu asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan lalu masalah salah ketik yang dipersoalkan. Saya kira itu jauh daripada substansi," ucapnya.

Kendati demikian, Yusril menyebut, jika pasal yang diuji ke MK bersifat substansial dan tidak hanya menyoal salah ketik saja, permohonan pengujian mungkin dikabulkan. Untuk itu, pemerintah dan DPR diminta tetap berhati-hati.

Selain judicial review ke MK, lanjut Yusril, proses perbaikan sebuah undang-undang bisa ditempuh melalui cara lainnya yakni executive review dengan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), serta legislative review melalui amandemen UU.

Baca juga: Berbagai Kelalaian yang Membuat Proses UU Cipta Kerja Dinilai Ugal-ugalan...

Namun, Yusril menekankan, jika yang dipersoalkan sebatas salah ketik saja, maka perbaikannya tak perlu menempuh langkah-langkah tersebut.

Kesalahan pengetikan itu bisa diperbaiki dengan cara DPR dan pemerintah duduk bersama untuk melakukan perbaikan dan mencatatkan perbaikan tersebut dalam Lembaran Negara.

"Kalau kita fokus pada persoalan ini (salah ketik) saja, tidak memperdebatkan yang lebih mendalam daripada undang-undang ini sebenarnya itu hanyalah masalah teknis saja, tidak membawa pengaruh apapun terhadap penafsiran ataupun pengaturan di dalam undang-undang itu sendiri. Kalau teknis semacam itu saya mengatakan itu bisa kita selesaikan," kata Yusril.

Baca juga: Yusril: Pemerintah Harus Berani Berdialog dengan Masyarakat yang Tolak UU Cipta Kerja

Sebelumnya, pemerintah telah mengakui adanya kesalahan pengetikan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Hal itu diklaim pemerintah sebagai kekeliruan teknis administratif saja sehingga tak berpengaruh pada implementasi UU Cipta Kerja.

"Hari ini kita menemukan kekeliruan teknis penulisan dalam UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun, kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja," kata Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno dalam keterangan tertulis, Selasa (3/11/2020).

Sementara, berdasarkan penelusuran Kompas.com, Selasa (3/11/2020), ditemukan kesalahan ketik yang cukup fatal pada Pasal 6 di Bab Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha.

Pasal 6 menyebutkan, peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a meliputi (a) penerapan perizinan berusaha berbasis risiko; (b) penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha; (c) penyederhanaan perizinan berusaha sektor; dan (d) penyederhanaan persyaratan investasi.

Baca juga: Ahli Sarankan Presiden Keluarkan Perppu jika Ingin Perbaiki Salah Ketik di UU Cipta Kerja

Namun, rujukan ke Pasal 5 Ayat (1) tidak jelas karena dalam UU Cipta Kerja Pasal 5 tidak memiliki ayat.

Pasal 5 hanya berbunyi, ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.

Kemudian, ada pula kesalahan ketik dalam Pasal 175 di Bab Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan untuk Mendukung Cipta Kerja.

Pasal 175 angka 6 mengubah Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan Nomor 30 Tahun 2014. Pasal 53 itu terdiri atas 5 ayat yang mengatur soal syarat sah keputusan pemerintahan.

Ayat (1) berbunyi, batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan diberikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Ayat (2), jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan dan/atau pejabat pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan.

Ayat (3), dalam hal permohonan diproses melalui sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik telah terpenuhi, sistem elektronik menetapkan keputusan dan/atau tindakan sebagai keputusan atau tindakan badan atau pejabat pemerintahan yang berwenang.

Ayat (4), apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), badan dan/atau pejabat pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan, permohonan dianggap dikabulkan secara hukum.

Ayat (5), ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan keputusan dan/atau tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden.

Semestinya, ketentuan dalam ayat (5) merujuk pada ayat (4). Bukan pada ayat (3) sebagaimana yang ditulis dalam UU Cipta Kerja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com