JAKARTA, KOMPAS.com - Kelalaian masih ditemukan di Undang-Undang Cipta Kerja setelah ditandatangani Presiden Joko Widodo dan diundangkan sebagai UU Nomor 11 Tahun 2020.
Sejumlah pengamat dan pakar hukum menemukan kelalaian penulisan yang fatal, setidaknya di dua pasal UU Cipta Kerja, yakni Pasal 6 dan Pasal 175.
Penelusuran Kompas.com, Selasa (3/11/2020), Pasal 6 di Bab Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha merujuk ke Pasal 5 ayat (1).
Namun, rujukan ke Pasal 5 ayat (1) itu tidak jelas, sebab dalam UU Cipta Kerja Pasal 5 tidak memiliki ayat.
Baca juga: UU Cipta Kerja Ugal-ugalan: Pasal Dihapus, Salah Ketik, hingga Alasan Istana
Kemudian, ada pula kelalaian pengetikan dalam Pasal 175 di Bab Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan untuk Mendukung Cipta Kerja.
Pasal 175 angka 6 mengubah Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan Nomor 30 Tahun 2014. Pasal 53 itu terdiri atas 5 ayat yang mengatur soal syarat sah keputusan pemerintahan.
Ayat (5) berbicara soal ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan keputusan dan tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum diatur dalam peraturan presiden. Beleid itu merujuk ke Ayat (3) tentang tindakan yang dapat dikabulkan secara hukum.
Padahal, Ayat (3) tidak berbicara soal permohonan yang dapat dikabulkan hukum. Hal tersebut tertuang di Ayat (4), sehingga semestinya Ayat (5) merujuk ke Ayat (4).
Sebelum akhirnya resmi diundangkan, prosedur formal UU Cipta Kerja pun dipertanyakan. Setelah disahkan di rapat paripurna 5 Oktober, jumlah halaman UU Cipta Kerja terus berubah-ubah.
Baca juga: Draf UU Cipta Kerja yang Terus Berubah-ubah, Terbaru 1.187 Halaman
Ia bermula dari dokumen setebal 905 halaman yang disebarluaskan pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR kepada wartawan saat hari pengesahan.
Kemudian, berubah menjadi setebal 1.035 halaman, 812 halaman, dan terakhir 1.187 halaman saat diundangkan.
Polemik bertambah dengan ditemukannya penghapusan pasal, yaitu ketentuan pengubahan Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Dalam UU Cipta Kerja setebal 812 halaman yang diserahkan DPR ke Istana, ketentuan itu tertuang pada Pasal 40 angka 7 yang mengubah ketentuan Pasal 46 UU Minyak dan Gas Bumi.
Baca juga: Ditanya Dasar Hukum Hapus Satu Pasal di UU Cipta Kerja, Ini Jawaban Istana
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menilai, kelalaian penulisan dalam UU Cipta Kerja makin memperjelas proses pembahasan dan pembentukannya yang ugal-ugalan.
Dia mengatakan, makna pembuatan undang-undang dikerdilkan hanya untuk mewujudkan tujuan-tujuan tertentu.
"Seakan-akan mengerdilkan makna pembuatan UU, padahal UU itu seperti kontrak sosial warga melalui wakil-wakilnya. Itu pun sudah disimpangi dengan tidak partisipatif dan tidak transparannya proses penyusunan dan pembahasan. Ini akibatnya kalau tujuan buruk menghalalkan segala cara," tuturnya.
Baca juga: Ada Kesalahan Ketik Fatal, Proses UU Cipta Kerja Dinilai Ugal-ugalan