Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Halaman UU Cipta Kerja yang Bertambah dan Pasal yang Berubah...

Kompas.com - 23/10/2020, 16:56 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Naskah Undang-Undang Cipta Kerja yang telah diserahkan DPR kepada Presiden Joko Widodo terus mengalami perubahan. Tak hanya jumlah halaman yang bertambah, pasal di dalam UU yang telah disahkan sejak 5 Oktober itu juga diduga turut mengalami perubahan.

Berdasarkan naskah terbaru yang beredar, ada 1.187 halaman yang terdapat di dalam UU tersebut. Naskah itu diperoleh dari Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyidin Junaidi, yang sebelumnya dibagikan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

“MUI dan Muhammadiyah sama-sama terima yang tebalnya 1.187 halaman. Soft copy dan hard copy dari Mensesneg,” kata Muhyidin kepada Kompas.com, Kamis (22/10/2020).

Baca juga: Draf UU Cipta Kerja Kembali Berubah, Buruh Tuntut Presiden Segera Rilis Perppu

Padahal, bila merujuk pernyataan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sebelumnya pada 13 Oktober, naskah UU Cipta Kerja yang diserahkan DPR ke Presiden memiliki ketebalan 812 halaman. Terdiri atas 488 halaman isi rancangan undang-undang dan sisanya merupakan halaman penjelasan.

Naskah tersebut merupakan draf final setelah sebelumnya sempat beredar draf lain setebal 1.035 halaman. Diterangkan, penyusutan halaman terjadi akibat perubahan format penyimpanan dari format A4 menjadi Legal Paper.

Perbedaan format

Pratikno pun angkat suara soal perbedaan halaman antara naskah yang diserahkan DPR kepada Presiden, dengan naskah yang diserahkan Istana kepada MUI dan Muhammadiyah.

Ia memastikan bahwa substansi keduanya sama. Meski memiliki jumlah halaman yang berbeda.

Perbedaan halaman yang cukup signifikan, sebut Pratikno, terjadi karena adanya perbedaan format yang digunakan.

“Substansi RUU Cipta Kerja dalam format yang disiapkan Kemensetneg (1.187 halaman) sama dengan naskah RUU Cipta Kerja yang disampaikan oleh DPR kepada Presiden,” ucapnya dalam keterangan tertulis.

Baca juga: Buruh Sebut Penghapusan Pasal Menunjukkan UU Cipta Kerja Belum Final

Menurut dia, sebelum disampaikan kepada Presiden, setiap naskah RUU dilakukan penyuntingan dan pengecekan teknis terlebih dulu oleh Kemensetneg agar siap diundangkan.

Sementara itu, ahli hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari menilai, tidak masuk akal bila perubahan format seperti font dan margin tulisan yang dilakukan, dapat mengakibatkan perubahan halaman yang cukup signifikan.

Ia pun mencurigai bahwa terdapat perubahan substansi di dalam UU yang dinilai memuat pasal-pasal kontroversial oleh sebagian kalangan itu.

Feri menambahkan, pemerintah tidak berhak untuk mengotak-atik draf yang telah disetujui DPR dan diserahkan ke pemerintah. Oleh karena itu, ia mendesak agar Presiden dapat membuka kepada publik naskah yang telah diterima.

Baca juga: Satu Pasal di Naskah UU Cipta Kerja Dihapus, Pakar Hukum: Memalukan

“Hanya sekedar ditandatangani Presiden, Presiden tidak berhak memeriksa substansi karena sudah disetujui bersama. Kalau terjadi perubahan-perubahan lain, itu mengingkari persetujuan bersama,” kata Feri saat dihubungi.

Ihwal desakan agar Presiden membuka draf, Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono mengatakan, UU Cipta Kerja akan dipublikasikan melalui saluran resmi pemerintah dan dapat diakses publik setelah ditandatangani Presiden Jokowi.

Para demonstran menduduki depan kantor Gubernur Kaltim Jalan Gajah Mada, Kota Samarinda, Kaltim, Rabu (21/10/2020). KOMPAS.com/ZAKARIAS DEMON DATON Para demonstran menduduki depan kantor Gubernur Kaltim Jalan Gajah Mada, Kota Samarinda, Kaltim, Rabu (21/10/2020).

Akui ada perubahan pasal

Dari hasil penelusuran, diketahui terdapat perubahan di dalam substansi pasal yang terdapat pada naskah UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman dibandingkan naskah yang diserahkan DPR kepada Presiden setebal 812 halaman.

Di dalam naskah setebal 1.187 halaman, ketentuan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dihapus. Padahal, pasal tersebut sebelumnya tercantum di dalam naskah setebal 812 halaman.

Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas membenarkan adanya penghapusan pasal itu. Menurut dia, sejak awal sudah ada kesepakatan di dalam rapat panitia kerja untuk menghapus pasal itu.

Baca juga: Jumlah Halaman Naskah UU Cipta Kerja Berubah Lagi, Serikat Buruh: Sudah Semrawut

“Jadi kebetulan Setneg yang temukan, jadi itu seharunya memang dihapus,” kata dia.

Supratman menjelaskan, substansi pasal itu berkaitan dengan Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas. Menurut dia, pemerintah sempat mengusulkan pengalihan kewenangan penetapan toll fee dari BPH Migas ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan menambah satu ayat.

Namun, usulan tersebut tidak disepakati.

Dini pun turut mengamini pernyataan Supratman. Menurut dia, pasal itu dihapus sesuai dengan kesepakatan panitia kerja antara pemerintah dan DPR.

“Intinya, Pasal 46 tersebut memang seharusnya tidak ada dalam naskah final karena dalam rapat panja memang sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU existing,” kata Dini saat dihubungi, Jumat (23/10/2020).

Baca juga: Istana: UU Cipta Kerja Bisa Diakses Publik Setelah Diteken Jokowi

Semrawut dan memalukan

Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah menilai, perubahan format dan jumlah halaman pada naskah UU Cipta Kerja yang baru menunjukan semrawutnya proses legislasi di dalam penyusunan UU itu.

Wibawa Presiden, imbuh dia, akan jatuh bila Jokowi tetap menandatangani UU tersebut.

Ia pun menduga, isi di dalam UU tersebut juga sudah mengalami perubahan.

“Ada Pasal 46 tentang Migas yang tiba-tiba hilang. Itu sangat wajar. Saya yakin tidak hanya Pasal 46 mungkin ada banyak pasal dihilangkan atau mungkin ada tambahan baru,” ucapnya.

Sementara itu, Feri menyatakan, penghapusan pasal di dalam UU yang telah disahkan adalah hal yang tidak dibenarkan.

Baca juga: Draf UU Cipta Kerja 1.187 Halaman Sudah Final, Tinggal Diteken Jokowi

Feri menegaskan, UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan jelas mengatur bahwa perubahan UU setelah pengesahan pada rapat paripurna hanya boleh dilakukan sebatas memperbaiki kesalahan pengetikan.

“Menghapus pasa (setelah UU disahkan di rapat paripurna) tidak boleh. Ini sudah sangat telanjang kesalahan formalnya. Ini memalukan,” tegas Feri, Jumat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com