Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istilah Penyandang Cacat dalam UU Cipta Kerja Menyakiti Perasaan

Kompas.com - 07/10/2020, 18:40 WIB
Irfan Kamil,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Indonesia Australia-Indonesia Disability Research and Advocacy Network (AIDRAN) Slamet Thohari menyoroti sejumlah ketentuan dalam Undang-undang Cipta Kerja terkait penyandang disabilitas.

Salah satunya, penggunaan istilah “penyandang cacat”. Thohari mengatakan, penggunaan istilah itu menyakiti perasaan para penyandang disabilitas.

“Padahal sejak tahun 2011 pemerintah secara resmi telah menggunakan istilah penyandang disabilitas sebagai hasil konvensi hak asasi penyandang disabilitas PBB yang dikuatkan penggunaan istilahnya dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.” ujar Thohari saat dihubungi Kompas.com, Rabu (7/10/2020).

Baca juga: Akademisi: Untuk Siapa UU Cipta Kerja jika Rakyat Tidak Didengarkan?

Istilah "penyandang cacat" tercantum dalam bagian penjelasan Pasal 55 UU Cipta Kerja. Pasal 55 mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.

Bagian penjelasan Pasal 55 angka 3 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 38 ayat (2) UU Lalu Lintas Angkutan Jalan menyatakan, yang dimaksud dengan “fasilitas penunjang” antara lain adalah fasilitas untuk penyandang cacat, fasilitas kesehatan, fasilitas umum, fasilitas peribadatan, pos kesehatan, pos polisi, dan alat pemadam kebakaran.

“Penyandang cacat itu istilah yang jahat banget, itu adalah kejahatan paradigma,” kata Thohari.

Baca juga: KSP: Masih Ada Ruang untuk Gugat UU Cipta Kerja di MK

Selain itu, Thohari mengatakan, UU Cipta Kerja mereduksi fasilitas publik atau aksesibilitas terhadap penyandang disabilitas hanya menjadi infrastruktur.

Padahal, aksesibilitas terhadap disabilitas tidak hanya infratruktur, tapi juga berupa sistem dalam kerja serta penggunaan bahasa isyarat.

Aksesibilitas itu hanya menjadi infrastruktur saja dan itu pun hanya di rumah sakit, selain rumah sakit enggak,” tutur dia.

Kemudian, Thohari menyoroti Pasal 81 UU Cipta Kerja yang mengubah sejumlah ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pasal 81 angka 42 UU Cipta Kerja yang menyisipkan pasal 154A mengatur ketentuan bahwa pemutusan hubungan kerja dapat terjadi dengan alasan pekerja atau buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan.

Baca juga: Fahri Hamzah: MK Berpotensi Batalkan Seluruh Pasal UU Cipta Kerja

“Ketika diputusnya pemutusan kerja karena dia menjadi disabilitas menurut saya itu enggak fair. Kenapa? Kalau dia tabrakan atau tangannya patah itu bisa dialihkan ke pekerjaan lain, bukan berarti kemudian diputus (PHK),” ujar Thohari.

“Itu bisa di-training dan dipindahkan ke divisi yang bisa, bukan kemudian dipecat, apalagi keputusan dia memecat dan tidak dipecat itu berdasarkan surat keterangan dokter,” ucap dia.

Terakhir, ia menyoroti hilangnya ketentuan soal kuota satu per 100 persen bagi perusahaan untuk menerima difabel.

Thohari mengatakan, dalam UU Cipta Kerja tidak ada kewajiban perusahaan untuk merekrut seorang penyandang disabilitas.

“Misalnya saya membuat perusahaan, karyawan saya 200 maka saya wajib meng-hired 2 dari difabel. Nah pasal kuota itu hilang di undang-undang cipta kerja, jadi enggak harus merekrut difabel,” tutur Thohari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com