JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar mengatakan, Undang-Undang Cipta Kerja mesti digugat ke Mahkamah Konstitusi.
Ia menuturkan, judicial review atas UU Cipta Kerja mesti diajukan karena UU tersebut dinilai bertentangan dengan kehendak publik.
"Judicial review harus dilakukan karena undang-undang ini secara nyata Pemerintah dan DPR itu berjalan membelakangi dari partisipasi publik dari kehendak publik," kata Zainal dalam konferensi pers yang disiarkan melalui akun Youtube Kanal Pengetahuan FH UGM, Selasa (6/10/2020).
Baca juga: Ketentuan Upah Minimum yang Wajib Pekerja Tahu Setelah UU Cipta Kerja Disahkan...
Menurut Zainal, hal itu bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan kedaulatan berada di tangan rakyat.
Zainal melanjutkan, publik juga tidak bisa berharap banyak kepada Presiden Joko Widodo yang diyakini tidak akan mengubah sikapnya dengan tidak menandatangani UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR.
Sebab, kata Zainal, Jokowi merupakan sosok yang paling ngotot agar UU Cipta Kerja segera disahkan oleh legislatif.
"Dia yang paling ngebet sebenarnya dengan undang-undang ini dengan berbagai perkataan bahwa sebelum Lebaran harus selesai atau sebelum Oktober harus selesai, ada banyak sekali," kata dia.
Baca juga: Menaker: Baca UU Cipta Kerja secara Utuh, Banyak Aspirasi Pekerja Diakomodasi
Kendati demikian, Zainal menilai, publik tetap harus menyuarakan keresahan atas UU Cipta Kerja dan membuat Jokowi dapat mempertimbangkan untuk tidak menandatangani UU tersebut.
Meski hal tersebut diakui Zainal tak punya pengaruh besar karena UU Cipta Kerja akan tetap berlaku maskimal 30 hari setelah disahkan DPR.
"Namun paling tidak ada pernyataan politik presiden dan itu bisa menjadi catatan kuat di proses yang ketiga yang saya mau bilang bahwa pilihan terakhir tentu saja adalah judicial review," ujar Zainal.
DPR telah mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020).
Baca juga: UU Cipta Kerja Disahkan, Partisipasi Publik Dinilai Nyaris Nol
Dari sembilan fraksi di DPR, hanya Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menolak seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.
Hasilnya, RUU Cipta Kerja tetap disahkan menjadi undang-undang. Mayoritas fraksi DPR dan pemerintah setuju.
Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja.
Baca juga: Pasal Pendidikan Ternyata Masih Ada di UU Cipta Kerja, Ketua Komisi X: Kecewa!
Menurut dia, RUU Cipta Kerja akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah.
"Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi. Untuk itu, diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja. UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi," ujar Airlangga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.