Penjelasan alasan penyebab penyebaran hoaks dikarenakan seseorang cenderung melihat "bias informasi" dan hanya menaruh perhatian, serta menyebarkan informasi yang sesuai dengan kepercayaannya. Bahkan meski informasi tersebut palsu.
Penjelasan lain dalam sumber yang sama mengenai fenomena hoaks ini menyatakan bahwa banyak orang kurang peduli pada kredibilitas sumber berita. Apakah sebuah informasi berasal dari situs "abal-abal" atau yang memiliki kaidah jurnalistik.
Di lain pihak, saat mencari informasi online kita sering mendapatkannya dari teman. Karena kita cenderung percaya pada teman, saringan kognitif di otak kita menjadi lemah.
Kita percaya begitu saja pada apa yang ia bagikan. Apalagi kalau teman tersebut selama ini kita kenal jujur maka kita merasa tak perlu memeriksa apakah informasi itu fakta atau palsu.
Ini sebabnya media sosial menjadi lahan yang subur untuk menyebarkan kabar bohong.
Ditambah memang ada pihak yang punya agenda tertentu sehingga menciptakan informasi untuk kepentingannya. Ini yang berbahaya dan dapat menimbulkan perpecahan.
Sebaiknya kita mengikuti informasi dari berita-berita yang disajikan media yang memang memiliki reputasi untuk dipercaya.
Media cetak dan elektronik (TV dan radio) bisa dijadikan acuan akan kebenaran informasi yang ingin kita ketahui.
Adapun media online agar kita dapat memilah dengan cermat. Pilihlah media online yang benar-benar memiliki reputasi akan kebenaran beritanya, seperti Kompas.com atau beberapa media terpercaya lainnya.
Setiap individu harus menjadi "lembaga sensor" bagi dirinya sendiri. Dalam level keluarga, orangtualah yang berperan memberi pemahaman, pengertian dan pengawasan pada anak-anaknya.
Adapun dalam sebuah institusi, para pimpinannyalah yang mengoptimalkan komunikasi internal agar gejala penyebaran hoaks agar dapat dieliminir dan terdeketsi sejak dini.
Dengan membuka saluran-saluran komunikasi dalam institusi juga dapat memberi forum bagi terjadinya komunikasi internal yang konstruktif.
Menteri propaganda NAZI Joseph Goebbels pernah menyatakan lebih memilih diberi satu media daripada satu batalion pasukan untuk memenangkan peperangan.
Sebab, dengan satu media dia dapat menciptakan kebenaran melalui pola, kebohongan yang disampaikan berulang-ulang melalui media dapat diterima menjadi kebenaran (Syahputra, 2019).
Ungkapan Goebbels bisa menggambarkan dahsyatnya kekuatan kebohongan yang dapat menghancurkan segalanya. Persis kejadian di Ciracas.
Kita sebagai masyarakat juga harus belajar dari berbagai kejadian ini. Mari kita cerna dan pahami setiap informasi yang diterima sebaik-baiknya.
Bila menerima informasi yang dianggap tidak benar atau bahkan benar sekalipun namun dapat memberi dampak buruk, jangan diteruskan ke pihak mana pun.
Sungguh hoaks merupakan ancaman nyata bagi siapa pun termasuk masyarakat yang tidak mengerti apa-apa.
Yugih Setyanto
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitar Tarumanagara