Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Nasib Perkembangan Kasus yang Menyangkut Djoko Tjandra...

Kompas.com - 01/09/2020, 08:25 WIB
Devina Halim,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra sedang menjalani hukumannya dalam kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali di Lapas Salemba, Jakarta.

Hukuman kurungan badan terhadap Djoko Tjandra akhirnya dieksekusi setelah ia tertangkap pada 30 Juli 2020 di Malaysia.

Namun, tak berarti perkara hukum narapidana yang sempat buron selama 11 tahun itu telah selesai.

Sebaliknya, muncul setidaknya empat kasus baru yang ditangani baik oleh Bareskrim Polri maupun Kejaksaan Agung.

Baca juga: Bareskrim Fokus Rampungkan Pemberkasan Dua Kasus Terkait Pelarian Djoko Tjandra

Di antara kasus tersebut, Djoko Tjandra menjadi tersangka di tiga kasus.

Ia pun tidak sendiri. Jenderal polisi, jaksa, hingga pengusaha ikut terseret dalam kasusnya.

Sementara itu, satu kasus lainnya masih dalam tahap penyelidikan dan belum ada tersangka yang ditetapkan Bareskrim Polri.

Berikut perkembangan terbaru kasus dugaan tindak pidana menyangkut pelarian Djoko Tjandra:

Penghapusan red notice

Dalam pelarian Djoko Tjandra, salah satu perkara yang mencuat, yakni perihal red notice Interpol.

Baca juga: Melalui Kuasa Hukum, Irjen Napoleon Bantah Hapus Red Notice Djoko Tjandra

Nama Djoko Tjandra yang tidak masuk dalam daftar buronan Interpol diduga menjadi penyebab ia bisa bebas keluar-masuk Indonesia meski diburu Kejaksaan Agung.

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri pun tengah menangani kasus dugaan suap terkait penghapusan red notice di Interpol atas nama Djoko Tjandra.

Dalam kasus ini, Djoko Tjandra serta pengusaha Tommy Sumardi diduga memberi suap kepada mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen (Pol) Napoleon Bonaparte dan mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.

Pada pekan kemarin, penyidik telah memeriksa empat orang tersebut yang telah berstatus sebagai tersangka.

Setelah memeriksa Djoko Tjandra pada Senin (24/8/2020) selama 6,5 jam, pihak Polri mengungkapkan, Djoko mengaku telah memberi uang kepada tersangka lain.

Baca juga: Bareskrim Periksa Semua Tersangka Kasus Red Notice Djoko Tjandra Jumat Ini

Ketiga tersangka lainnya diperiksa keesokkan harinya, Selasa (25/8/2020). Setelah memeriksa ketiga tersangka selama 12,5 jam, Polri menyebutkan, ketiganya mengakui telah menerima uang.

Sayangnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono mengaku tidak dapat membeberkan nominal uang yang diterima para tersangka.

"Tersangka Joko S Tjandra menyampaikan telah menyerahkan sejumlah uang, kemudian tersangka yang lainnya juga demikian, sudah kita lakukan pemeriksaan dan telah mengakui menerima uang tersebut," ucap Awi di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Selasa (25/8/2020) malam.

Akan tetapi, hal tersebut dibantah oleh salah satu tersangka, yaitu Irjen (Pol) Napoleon Bonaparte melalui kuasa hukumnya, Gunawan Raka.

Menurut Gunawan, kliennya tidak pernah menerima suap terkait kepengurusan red notice Djoko Tjandra.

Baca juga: Irjen Napoleon dan Prasetijo Mengaku Terima Uang Terkait Red Notice Djoko Tjandra

"Napoleon Bonaparte tidak pernah menerima uang atau barang sebagaimana yang selama ini diberitakan, baik itu dari Tommy Sumardi, baik itu dari Brigjen Prasetijo Utomo maupun dari Djoko S Tjandra, apalagi dari pihak lainnya," kata Gunawan di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (27/8/2020) malam, seperti dilansir dari Tribunnews.com.

Menanggapi hal tersebut, Polri menegaskan tidak mengejar pengakuan tersangka.

Penyidik mengumpulkan alat bukti dan membentuk konstruksi hukum untuk diproses ke pengadilan.

Hingga saat ini, penyidik sedang fokus merampungkan berkas perkara kasus tersebut agar dapat segera dilimpahkan ke jaksa penuntut umum (JPU).

Surat jalan palsu

Selain penghapusan red notice, hal lain yang diduga memuluskan pelarian Djoko Tjandra adalah surat jalan yang diterbitkan oleh jenderal polisi berbintang satu, Prasetijo Utomo.

Baca juga: Gelar Perkara Kasus Surat Jalan Palsu Djoko Tjandra Batal, Apa Sebabnya?

Prasetijo juga diduga berperan dalam penerbitan surat bebas Covid-19 dan surat rekomendasi kesehatan serta diduga menghalangi penyidikan dengan menghilangkan sejumlah barang bukti.

Menurut keterangan polisi, surat jalan palsu tersebut digunakan oleh Djoko Tjandra dan Anita Kolopaking, mantan kuasa hukum Djoko Tjandra.

Dalam kasus ini, ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.

Prasetijo dan Anita pun ditahan atas kasus ini di Rutan Salemba cabang Bareskrim Polri.

Seperti perkara red notice, penyidik Bareskrim juga disebutkan sedang fokus untuk merampungkan berkas perkara.

Baca juga: Fakta soal Djoko Tjandra, Buron sejak 2009 hingga Memakai Surat Jalan Khusus

"Kemudian untuk surat jalan sama, pemberkasan juga," ucap Awi Setiyono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (31/8/2020).

Dugaan suap terkait fatwa MA

Tak hanya di Bareskrim Polri, Kejaksaan Agung juga melakukan penyidikan kasus yang menyangkut Djoko Tjandra karena turut menyeret seorang jaksa bernama Pinangki Sirna Malasari.

Hal itu bermula ketika foto pertemuan keduanya di luar negeri beredar di dunia maya.

Setelah melakukan penyidikan, Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus Kejagung menetapkan Pinangki sebagai tersangka dan disusul oleh Djoko Tjandra.

Pinangki diduga menerima suap dari Djoko Tjandra. Keduanya diduga bekerja sama untuk mendapatkan fatwa dari Mahkamah Agung (MA).

Baca juga: MA Bantah Ada Permohonan Fatwa Hukum Terkait Kasus Djoko Tjandra

Fatwa tersebut diurus agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi dalam perkara Bank Bali yang menjeratnya. Namun, temuan Kejagung mengungkapkan, pengurusan fatwa tersebut tidak berhasil.

Dalam kasus ini, Pinangki diduga menerima uang suap sebesar 500.000 dollar Amerika Serikat atau jika dirupiahkan sebesar Rp 7,4 miliar.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan, penyidik masih mendalami peran masing-masing tersangka hingga menelusuri aliran dana.

Salah satu dugaan yang muncul adalah aliran dana ke Pinangki digunakan untuk membeli mobil BMW.

Nantinya, kata Hari, tak menutup kemungkinan Pinangki juga dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Baca juga: Pengembangan Kasus Suap Djoko Tjandra, Kejagung Periksa Pihak MA?

"Kalau memang nanti ada bukti permulaan yang cukup bahwa hasil kejahatannya digunakan untuk melakukan pembelian terhadap barang atau apapun, maka tentu ada pasal yang terkait dengan itu, dugaannya pencucian uang," kata Hari di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (27/8/2020).

Proses penyidikan, termasuk pemeriksaan saksi, juga masih terus dilakukan penyidik Kejagung hingga hari ini.

Dugaan pidana lainnya

Selain kasus-kasus yang sudah naik ke tahap penyidikan, terdapat satu kasus terkait Djoko Tjandra yang masih dalam tahap penyelidikan.

Kasus terkait dugaan perbuatan pidana lainnya oleh Djoko Tjandra sedang diselidiki oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri.

Baca juga: Tiga Kasus yang Menjerat Djoko Tjandra dalam Sebulan Setelah Ditangkap

Dalam penyelidikan kasus ini, Bareskrim berencana memeriksa Jaksa Pinangki pada pekan ini.

"Mungkin antara Rabu atau Kamis, sama-sama kita lihat," tutur Awi Setiyono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (31/8/2020).

Pinangki sedianya diperiksa pada Kamis (27/8/2020) lalu. Namun, ia meminta pemeriksaannya dijadwalkan ulang karena pada hari itu merupakan jadwal besuk anaknya.

Belum ada keterangan lebih lanjut dari pihak kepolisian terkait perkara ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com