JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Mahmamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro membantah adanya permohonan fatwa hukum dari Jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait kasus Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Andi justru heran pihaknya dikait-kaitkan dalam kasus terpidana pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali ini.
"Setelah kami cek untuk memastikan apakah benar ada permintaan fatwa hukum kepada MA terkait perkara Joko S Tjandra, ternyata permintaan fatwa itu tidak ada," kata Andi kepada Kompas.com, Jumat (28/8/2020).
"Maka bagaimana bisa mengaitkan dengan MA atau orang MA kalau permintaan fatwa itu sendiri tidak ada," tuturnya.
Baca juga: Kejagung Duga Jaksa Pinangki dan Djoko Tjandra Berkonspirasi Terkait Permintaan Fatwa ke MA
Andi mengatakan, MA memang berwenang memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta maupun tidak.
Akan tetapi, hal itu tidak dilakukan sembarangan dan hanya diberikan kepada lembaga tinggi negara.
Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 37 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.
Jika ada permintaan permohonan fatwa, kata Andi, tentu harus ada surat permintaan resmi dari lembaga atau instansi yang berkepentingan kepada MA.
"Oleh karena itu MA tidak sembarangan mengeluarkan apakah itu namanya fatwa ataukah pendapat hukum," ujar Andi.
Baca juga: Soal Kasus Pinangki, Kejagung: Tak Ada Istilah Kekuatan Besar
Andi pun menegaskan bahwa pihaknya tak pernah menerima surat permintaan fatwa mengenai kasus Djoko Tjandra.
"Tegasnya, kami tidak pernah menerima surat permintaan fatwa dari siapapun terkait perkara Joko Tjandra," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Agung menduga Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra berkonspirasi untuk mendapatkan fatwa dari Mahkamah Agung (MA).
Pinangki dan Djoko Tjandra telah ditetapkan sebagai tersangka. Pinangki diduga menerima suap dari Djoko Tjandra.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono menuturkan, fatwa tersebut diurus agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi dalam kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali.
“Konspirasinya atau dugaannya adalah perbuatan agar tidak eksekusi oleh jaksa, meminta fatwa kepada Mahkamah Agung,” kata Hari di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (27/8/2020).
Baca juga: Polri: Pinangki Minta Pemeriksaannya di Bareskrim Dijadwal Ulang
Ia mengatakan, peristiwa tersebut terjadi sekitar November 2019 hingga Januari 2020.
Belakangan, kata dia, penyidik menemukan bahwa kepengurusan fatwa tersebut tidak berhasil.
Kini, Hari mengatakan, pihaknya sedang menelusuri peran para tersangka. Apalagi, mengingat bahwa fatwa merupakan ranah MA, sementara jaksa bertugas sebagai eksekutor.
"Peran masing-masing itu sedang digali oleh penyidik untuk mendapatkan gambaran seluas-luasnya bagaimana hubungan antara eksekutor dengan yang diharapkan meminta fatwa itu," ucap dia.
Nantinya, ia mengatakan, pemeriksaan terhadap pihak MA tergantung dari bukti yang ditemukan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.