Padahal, seharusnya seseorang dihukum atas perbuatannya jika memang terbukti melanggar aturan yang sudah ada.
"Ada orang misalnya shalat 2 bahasa, kemudian setelah perbuatan itu dilakukan (pelaku), pengadu meminta fatwa, fatwanya muncul kemudian setelah pengaduan disampaikan kepada polisi atau setidak-tidaknya sesudah perbuatan itu dilakukan," ujar Asfina.
"Jadi kan tidak ada hukuman ketika perbuatan itu dilakukan," ucap dia.
YLBHI mencatat, selama Januari 2010 hingga Mei 2020, terjadi 38 kasus penodaan agama di Indonesia.
Ke-38 kasus itu tersebar di sejumlah provinsi, mayoritas di Sulawesi Selatan.
"Jadi ada daerah-daerah yang cukup menonjol yaitu Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Maluku Utara dan Jawa Barat. Kalau kita pelajari kasus-kasus sebelumnya, memang daerah ini selalu ada dan cukup banyak," kata Ketua Umum YLBHI Asfinawati dalam sebuah diskusi virtual, Jumat (21/8/2020).
Berdasarkan catatan YLBHI, dari 38 kasus, 6 di antaranya terjadi di Sulawesi Selatan. Kemudian, di Maluku Utara dan Jawa Timur masing-masing terjadi 5 kasus.
Baca juga: Tak Penuhi Asas Legalitas, YLBHI Desak Penghapusan Pasal Penodaan Agama
Lalu, di Jawa Barat dan Sumatera Utara masing-masing terjadi 4 kasus, sedangkan di Kalimantan Selatan, Kepulauan Riau, dan DKI Jakarta masing-masing ada 2 kasus.
Selanjutnya, di Bali, Gorontalo, Jambi, Nusa Tenggara Barat, Papua, Riau, Sulawesi Utara, dan Sumatera Selatan terjadi 1 kasus.
Dari 38 kasus tersebut, pelaku 25 kasus sudah ditangkap. Dari jumlah tersebut, 11 kasusnya dalam proses penyelidikan, 10 kasus masuk proses penyidikan, 1 kasus disidangkan, dan sisanya tidak ditindaklanjuti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.