Hamim justru lebih lama duduk sebagai pejabat bupati, yakni dua tahun sembilan bulan.
Dengan demikian, selama 2010 hingga 2015, Hamim tidak dihitung menjabat sebagai bupati satu periode.
Sebab, sebagaimana Putusan MK Nomor 22/PUU-VII/2009, masa jabatan yang dihitung satu periode adalah masa jabatan yang telah dijalani setengah (dua tahun enam bulan) atau lebih dari setengah masa jabatan.
Oleh karenanya, meski Hamim telah dilantik sebagai bupati periode 2016-2021, ia dapat kembali mencalonkan diri di Pemilihan Bupati Bone Bolango periode 2021-2026.
Dengan adanya fakta ini, pemohon yang sejatinya merupakan Wakil Bupati Bone Bolango yang berpasangan dengan Bupati Hamim Pou menilai bahwa Hamim telah melakukan penyelundupan hukum karena menunda waktu pelantikan dirinya sebagai bupati definitif.
Baca juga: Masa Jabatan Hakim MK yang Dihapus di RUU MK Jadi Sorotan
"Proses administrasi penetapan Wakil Bupati Hamim Pou menjadi bupati pengganti diulur-ulur atau ditunda-tunda hingga 27 Mei 2013, atau lima bulan kemudian setelah kematian/bupati berhenti tetap," ujar Dhimas.
Oleh karena itu, pemohon meminta MK memaknai Pasal 7 Ayat (2) huruf n UU Pilkada mengenai syarat pencalonan kepala daerah tak hanya membatasi kepala daerah yang pernah menjabat, tetapi juga diberlakukan untuk wakil kepala daerah yang menjadi pejabat kepala daerah.
Dalam petitumnya, pemohon meminta agar ketentuan tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai sebagai "masa jabatan yang dihitung satu periode adalah masa jabatan sebagai gubernur/bupati/wali kota dan/atau menjadi pejabat gubernur/bupati/wali kota yang telah dijalani setengah atau lebih dari setengah masa jabatan".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.