Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Covid-19 di Jawa Barat: Berhasil Ditekan, tapi Harus Tetap Waspada

Kompas.com - 11/08/2020, 09:00 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Provinsi Jawa Barat dinilai menunjukkan kemajuan signifikan dalam penanganan Covid-19. Utamanya, dalam menekan laju penularan Covid-19, angka kematian, dan peningkatan angka kesembuhan pasien.

Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Dewi Nur Aisyah mengatakan, persentase kematian kasus Covid-19 di Jawa Barat tergolong kecil di antara provinsi lain.

Bahkan, persentase kematian Covid-19 di Jawa Barat di bawah nasional dan rata-rata dunia.

"Angka kematian (kasus Covid-19) di Jawa Barat termasuk kecil. Dari seluruh jumlah kasus positif, persentasenya 3,01 persen di bawah nasional dan rata-rata dunia," ujar Dewi dalam konferensi pers di BNPB, Senin (10/8/2020).

Baca juga: Penanganan Covid-19 Dinilai Baik, Jawa Barat Diminta Tetap Waspada

Persentase kematian akibat Covid-19 secara nasional adalah sebesar 4,5 persen dari kasus yang terkonfirmasi. Sedangkan rata-rata dunia sekitar 4,2 persen dari seluruh kasus terkonfirmasi.

Dewi mengatakan, kecilnya angka kematian Covid-19 di Jawa Barat dikarenakan penanganan pasien yang cukup baik.

"Kita lihat angka kematian cukup baik (kecil), pasien-pasien di sana tertangani sehingga angka kematiannya termasuk kecil," kata dia.

Ia mengatakan, hal tersebut menjadi bukti bahwa pasien Covid-19 di Jawa Barat lebih banyak yang sembuh.

Meskipun demikian, dalam pekan terakhir pada awal Agustus ini, terdapat peningkatan angka kematian di provinsi itu.

Baca juga: Satgas: Ada 150 Klaster Covid-19 di Jawa Barat, Permukiman Paling Banyak

 

Dari grafik data Satgas Covid-19, laju kematian di Jawa Barat mengalami fluktuasi per pekannya.

Adapun dari data per 9 Agustus 2020, wilayah di Jawa Barat yang angka kematian kumulatifnya terbanyak adalah Kota Depok sebanyak 47, Kota Bandung sebanyak 46, Kabupaten Bekasi 31, Kota Bekasi 29, dan Kota Bogor 19.

Jika dilihat dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia, kata dia, beberapa wilayah kabupaten/kota di Jawa Barat masih ada yang angka kematian Covid-19 nihil.

Dengan demikian, peringkatnya cenderung berada di angka 100-300 untuk tingkat nasional.

Baca juga: Satgas: Persentase Kematian Covid-19 di Jabar Kecil, di Bawah Nasional dan Dunia

 

"Ini cukup baik ketika melihat angka kematian, jumlah total, maupun angka kematian per 100.000 penduduk di level nasional," kata dia.

Hingga Senin (10/8/2020), kasus Covid-19 di Jawa Barat berjumlah 7.599 dengan kematian sebanyak 228 dan pasien sembuh 4.444.

Tetap waspada

Satgas Penanganan Covid-19 meminta Pemprov Jawa Barat tetap waspada karena pada pekan terakhir awal bulan Agustus ini, terdapat penambahan jumlah kabupaten/kota dengan risiko sedang Covid-19.

"Di Jawa Barat awalnya masih ada sebagian, hampir seperempat masuk zona risiko tinggi, 50 persen masuk risiko sedang, dan risiko rendah kurang dari 20 persen, tapi ada perbaikan seiring waktu status risikonya semakin berkurang, bertambah baik," ujar Dewi.

Baca juga: Satgas Ungkap Upaya Jabar yang Dianggap Berhasil Tekan Kasus Covid-19

 

Dewi mengatakan, perbaikan signifikan di Jawa Barat itu puncaknya terjadi pada 19 Juli 2020 lalu.

Saat itu, data menunjukkan adanya 11 persen wilayah yang masuk zona risiko sedang, sisanya masuk zona risiko rendah dari 27 kabupaten/kota.

Hal tersebut menunjukkan, kerja keras dalam menekan laju penularan, angka kematian, dan meningkatkan angka kesembuhan, berjalan dengan sangat baik di provinsi tersebut.

"Namun pekan terakhir kemarin, kalau dilihat dua pekan terakhir, mulai terjadi penambahan jumlah kabupaten/kota dengan risiko sedang dan zona risiko rendahnya mulai berkurang, bahkan di akhir (pekan lalu) ada satu kabupaten/kota dengan risiko tinggi, yaitu Kota Depok," kata dia.

"Ini catatan bersama untuk sama-sama waspada terutama ketika sudah mulai beraktivitas, pastikan protkol kesehatan dilakukan dimana pun," tutur Dewi.

Baca juga: Satgas: Kasus Covid-19 di Depok Tertinggi se-Jawa Barat

Dewi mengatakan, pada 12 Juli 2020, zona risiko rendah di Jawa Barat juga cukup banyak, yaitu hanya terdapat 5 kabupaten/kota risiko sedang.

Namun, selanjutnya pada 26 Juli dan 2 Agustus 2020 mulai terlihat penambahan daerah untuk zona risiko sedang.

Oleh karena itu, ia pun meminta agar Pemprov Jawa Barat tidak lengah dan tetap mengingatkan masyarakatnya untuk menerapkan protokol kesehatan.

"Mobilitas kita harus terjaga, karena Jawa Barat sebagian kabupaten/kota bersinggungan dengan kabupaten/kota lain. Jadi harus sangat dijaga," kata dia.

Contohnya, Depok yang merupakan wilayah dengan kasus Covid-19 tertinggi di Jawa Barat dikarenakan mobilitas masyarakatnya cukup tinggi.

Daerah seperti demikian, kata Dewi, harus diperhatikan dengan ekstra, terlebih pemicu kasusnya adalah mobilitas penduduknya.

"Jadi harus hati-hati terutama yang kerjanya mobile dari daerah satu ke daerah lain," kata dia.

Baca juga: Melihat Tren Lonjakan Kasus Covid-19 di Depok Setelah PSBB Diperlonggar

Kota Depok menjadi wilayah di Jawa Barat dengan kasus kumulatif Covid-19 paling tinggi. Hal tersebut berdasarkan data terakhir pada Minggu (9/8/2020).

"Posisi kabupaten/kota di Jawa Barat yang tertinggi itu di Kota Depok dan peringkat 17 secara nasional dari 514 kabupaten/kota di Indonesia," ujar Dewi.

Namun apabila dibandingkan dengan jumlah daerah dengan dibagi per 100.000 penduduk, Kota Depok berada di peringkat 68 di antara wilayah lainnya di Indonesia.

Pembagian dengan angka 100.000 penduduk tersebut dimaksudkan agar dapat melihat laju penularan Covid-19.

Ia mengatakan, mobilitas penduduk Depok yang sangat tinggi ke area seputar Jabodetabek menjadi penyebab mengapa kasus positif Covid-19 di daerah itu tinggi.

"Derah ini harus punya ekstra perhatian khusus karena mobilitas penduduk Jabodetabek sudah seperti satu area yang tak terpisahkan. Jadi harus hati-hati terutama yang kerjanya mobile dari daerah satu ke daerah lain," kata dia.

Berdasarkan data per 9 Agustus 2020, lima wilayah di Jawa Barat dengan kasus Covid-19 tertinggi adalah Kota Depok sebanyak 1.292, Kota Bekasi sebanyak 947, Kota Bandung sebanyak 700, Kabupaten Bekasi 475 kasus, dan Kabupaten Bogor sebanyak 442.

Sementara untuk lima wilayah di Jawa Barat yang kasus Covid-19-nya rendah adalah Kota Banjar sebanyak 12 kasus, Ciamis 15 kasus, Pangandaran 24 kasus, Kota Tasikmalaya 26 kasus, dan Majalengka 34 kasus.

Adapun lima wilayah dengan kenaikan kasus tertinggi adalah Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Cirebon, Kota Cimahi, dan Kota Sukabumi.

Hal tersebut menyebabkan kenaikan kasus positif Covid-19 di Jawa Barat mengalami kenaikan 50,6 persen di pekan terakhir awal Agustus ini. 

Klaster Covid-19 Jawa Barat

Jawa Barat sendiri memiliki 150 klaster Covid-19 dengan total 476 kasus.

Dari sejumlah klaster tersebut, permukiman paling banyak ditemukan, yakni mencapai 111 klaster.  Hal tersebut berdasarkan data Dinas Kesehatan Jawa Barat 27 Juli 2020.

"Per 27 Juli 2020 ada 150 klaster di Jawa Barat dengan total 476 kasus. Paling banyak di permukiman dengan 111 klaster, total 208 kasus," ujar Dewi.

Baca juga: Satgas: Ada 150 Klaster Covid-19 di Jawa Barat, Permukiman Paling Banyak

Dari analisis data, DKI Jakarta dan Jawa Timur juga menunjukkan bahwa klaster permukiman menjadi yang paling tinggi.

"Karena wilayah keluarga atau ada saudara yang berkunjung atau ketika ada kegiatan pergi ke warung, isi bensin, dan sebagainya. Ini harus hati-hati," kata dia.

Selain klaster permukiman, di Jawa Barat juga ditemukan klaster di fasilitas kesehatan (faskes) yang mencapai 28 klaster dengan 177 kasus.

Dewi mengatakan, klaster faskes di Jawa Barat terdapat paling banyak di rumah sakit yang mencapai 24 klaster dengan 156 kasus.

"Ini memang terdapat banyak di rumah sakit karena secara risiko rumah sakit lebih tinggi walaupun rumah sakit yang terkena di sini bisa jadi bukan hanya rujukan tapi juga non rujukan," kata dia.

Selain di rumah sakit, klaster faskes juga terdapat di puskesmas sebanyak 3 klaster dengan total 18 kasus, dan bidan 1 klaster dengan 3 kasus.

"61 dari 177 kasus ini masih diverifikasi berasalnya dari mana atau masuk klaster mana tapi yang jelas ini masuk ke klaster faskes," kata dia.

Baca juga: Menurut Satgas, Ini Penyebab Munculnya Klaster Covid-19 di Perkantoran

 

Klaster lainnya yang ditemukan di Jawa Barat adalah klaster perkantoran sebanyak 11 klaster dengan total 77 kasus dan rumah ibadah sebanyak 1 klaster dengan total 14 kasus. Khusus perkantoran, ditemukan 4 klaster kementerian dengan 5 kasus.

Dari data analisis, kata dia, klaster kementerian ini dianalisis berdasarkan domisili orang yang terpapar.

"Jadi ada 5 orang bekerja di kementerian, lokasi (kantor kementeriannya) tidak di Jawa Barat tapi domisilinya (pasien) di Jawa Barat," kata dia.

Selain itu terdapat pula klaster di lingkungan perkantoran Pemprov Jawa Barat, kepolisian, BUMN, BUMD, serta swasta.

"Jadi kita lihat di sini, Covid-19 tidak mengenal batas. Pemerintah, swasta siapapun bisa kena. Tidak melihat status sosial, bekerja dimana, jenis kelamin apa," ucap dia.

Upaya Jawa Barat tanggulangi Covid-19

Keberhasilan Jawa Barat dalam penanganan Covid-19 itu dinilai karena sejumlah upaya yang dilakukan pemerintah daerah. Salah satunya, dari sisi pelayanan kesehatan.

Menurut Dewi, Jawa Barat telah menyediakan laboratorium yang tersertifikasi, termasuk pemeriksaan masif dengan jumlah yang cukup baik.

"Jumlah penduduk Jawa Barat tinggi 50 juta. Ini memang PR untuk meningkatkan jumlah pemeriksaan. Saat ini Jawa Barat sudah mampu melakukan pemeriksaan 35.000 pemeriksaan dalam satu minggu, targetnya 50.000. Jadi masih harus meningkatkan lagi jumlah pemeriksaaannya," kata Dewi.

Baca juga: Satgas: Dibandingkan Negara Lain, Kasus Covid-19 di Indonesia Tak Terlalu Buruk

Dalam hal tes masif, kata dia, Jawa Barat melakukannya dengan cara door to door, drive thru, dan di fasilitas kesehatan.

Tak hanya itu, Jawa Barat juga melakukan konversi gedung untuk dijadikan rumah sakit darurat sebagai tempat isolasi pasien Covid-19 dan pengelolaan sampah medis sesuai prosedur Kementerian Kesehatan.

Dari sisi sosial ekonomi, pemprov dinilai telah melakukan pengawalan yang baik kepada para WNI yang kembali dari luar negeri.

Provinsi itu juga dinilai mampu memproduksi alat pelindung diri (APD) dengan memberdayakan banyak sektor, mulai dari industri besar sampai kecil bahkan hingga melibatkan mahasiswa.

Termasuk menggelar aksi sosial bertajuk gerakan nasi bungkus (Gasibu) dengan membagikan makanan kepada masyarakat terdampak.

"Secara kebijakan, Jawa Barat juga sangat aktif melibatkan para pakar terutama dalam rangka pengambilan kebijakan, masker juga diwajibkan dan ada dendanya (jika tidak pakai)," kata dia.

Baca juga: BNPB Beri Bantuan 2 Juta Masker untuk Jawa Barat

Kebijakan lainnya adalah soal pelarangan mudik bagi warga Jawa Barat dan pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

"Ini ada kontribusi juga sehingga kasusnya bisa turun dengan baik dan zonasi risikonya lebih baik," ucap Dewi.

Dalam transparansi data dan informasi kepada masyarakat, kata dia, Jawa Barat juga memanfaatkan teknologi informasi.

Antara lain dengan meluncurkan aplikasi pusat informasi dan koordinasi Covid-19 Provinsi jawa Barat (Pikobar) dan situs resmi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com