Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Cipta Kerja Ancam Keluarga Petani, Ini Selengkapnya...

Kompas.com - 10/08/2020, 16:07 WIB
Irfan Kamil,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyoroti perolehan izin untuk konversi tanah pertanian ke non-pertanian di dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang dinilai semakin mudah.

Hal itu, menurut Dewi, dapat mempercepat alih fungsi tanah pertanian di Indonesia dan mengancam keberadaan keluarga-keluarga petani.

Sebab, dalam RUU Cipta Kerja Pasal 122 angka 1 menghapus Pasal 44 ayat (3) UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan.

"Demi investasi non-pertanian, RUU Cipta Kerja bermaksud melakukan perubahan terhadap UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan," kata Dewi saat dihubungi Kompas.com, Senin (10/8/2020).

Baca juga: Pimpinan dan Baleg DPR Diminta Cek Putusan MK Sebelum Sahkan RUU Cipta Kerja

"Ini dilakukan untuk kepentingan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), real estate, tol, bandara, sarana pertambangan dan energi," ujar dia.

Dengan perubahan tersebut, pemerintah dan perusahaan kehilangan kewajiban dalam syarat rencana tata ruang wilayah.

Selain itu, kata dia, kewajiban tanah pengganti bagi petani juga terhapus.

"Perubahan ini jika disahkan, maka menghilangkan kewajiban pemerintah dan perusahaan terkait syarat kajian kelayakan strategis, rencana alih fungsi tanah dan kesesuaian rencana tata ruang wilayah akan mempercepat terjadinya perubahan lanskap tanah pertanian di Indonesia," ungkap Dewi.

Baca juga: Kelanjutan Nasib RUU Cipta Kerja, Mahfud: Pemerintah Sudah Punya Rumusan Baru

"Termasuk menghapus kewajiban menyediakan tanah pengganti bagi petani terdampak," lanjut dia.

Dewi menyebut, tanpa RUU Cipta Kerja, satu rumah tangga petani hilang akibat konvensi tanah dalam sepuluh tahun.

Kemudian, kata dia, terjadi penyusutan lahan yang sebelumnya dikuasai oleh petani.

"Bisa dibayangkan tanpa RUU Cipta kerja saja, tercatat dalam sepuluh tahun (2003–2013) konversi tanah pertanian ke fungsi non-pertanian, satu (satu) rumah tangga petani hilang," kata Dewi.

"Terjadi penyusutan lahan yang dikuasai petani dari 10,6 persen menjadi 4,9 persen, guremisasi mayoritas petani pun terjadi dimana 56 persen petani Indonesia adalah petani gurem," lanjut dia.

Baca juga: Tolak RUU Cipta Kerja, Buruh Gelar Demonstrasi di DPR 14 Agustus

Kemudian, dari laporan Kementerian Pertanian, berdasarkan hasil kajian dan monitoring KPK terkait Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) menyebutkan, luas lahan baku sawah, baik beririgasi maupun non irigasi mengalami penurunan rata-rata seluas 650 ribu hektar per tahun.

"Artinya, jika laju cepat konversi tanah pertanian ini tidak dihentikan, bahkan difasilitasi RUU Cipta Kerja, maka tanah pertanian masyarakat akan semakin menyusut, begitu pun jumlah petani pemilik tanah dan petani penggarap akan semakin berkurang jumlahnya akibat kehilangan alat produksinya yang utama yakni tanah," ujar Dewi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

Nasional
PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

Nasional
Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Nasional
Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Nasional
Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Nasional
Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Nasional
Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Nasional
TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

Nasional
Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Nasional
Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Nasional
Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

Nasional
Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Nasional
Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Nasional
Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com