JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan World Health Organization (WHO) sudah mengingatkan risiko penggunaan vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca saat menyetujui vaksin tersebut digunakan untuk vaksinasi Covid-19.
Hal ini disampaikan Budi merespons kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) berupa Thrombosis Thrombocytopenia Syndrome (TTS) yang dialami beberapa orang yang pernah divaksinasi menggunakan vaksin AstraZeneca.
"Jadi kalau kita lihat laporan WHO pada saat pertama kali memberikan approval penggunaan AstraZeneca, itu disebut. Saya lupa, ada faktornya disebut. Bahwa ini sudah teridentifikasi, ada risiko seperti ini. Tapi risikonya ini jauh lebih kecil dibandingkan benefit-nya," ujar Budi dalam rapat dengan Komisi IX DPR, Selasa (21/5/2024).
Baca juga: Fakta Vaksin AstraZeneca: Efektivitas, Keamanan, dan Penggunaan di Indonesia
Budi menuturkan, vaksin buatan AstraZeneca dipilih sebagai salah satu vaksin untuk vaksinasi Covid-19 karena mampu menekan potensi kematian akibat penyakit tersebut.
"Jadi dia bisa selamatkan 1 juta orang yang tadinya kemungkinan meninggal jadi hidup, tapi dari 1 juta orang, mungkin ada 1 atau 2 yang berisiko kena. Dan mungkin bisa ditangani sampai enggak harus meninggal. Di WHO pada saat mereka lakukan persetujuan penggunaan vaksin ada pertimbangan seperti itu," kata dia.
Budi melanjutkan, KIPI berupa TTS pun jarang terjadi, yakni hanya satu kasus per 10.000 orang.
Adapun yang dirasakan oleh orang yang terkena TTS adalah kerusakan organ otak, hati, limpa, dan usus.
Budi pun menegaskan, tidak ada kasus TTS di negara Asia, Afrika, dan Amerika Selatan karena masyarakat di wilayah itu sering terapapar sinar matahari ketimbang negara-negara barat.
"Inggris sama Australia yang tinggi. Kita belum teridentifikasi," ujar Budi.
Baca juga: Menkes Sebut Efek Samping Vaksin AstraZeneca Terjadi di Wilayah Jarang Kena Sinar Matahari
Sebelumnya, dokumen pengadilan mengungkapkan bahwa AstraZeneca mengakui vaksin Covid-19 buatannya dapat menyebabkan efek samping langka.
Raksasa farmasi tersebut digugat dalam gugatan class action atas klaim bahwa vaksinnya yang dikembangkan bersama University of Oxford menyebabkan kematian dan cedera serius.
Saat itu, rumah sakit menelepon istrinya sebanyak tiga kali untuk memberi tahu bahwa suaminya akan meninggal.
AstraZeneca menentang klaim tersebut. Namun, dalam dokumen hukum yang diserahkan ke Pengadilan Tinggi di Inggris pada Februari lalu, perusahaan farmasi ini menyebut vaksinnya dapat menyebabkan TTS.
"Diakui bahwa vaksin AZ, dalam kasus yang sangat jarang, dapat menyebabkan TTS. Mekanisme alasannya tidak diketahui," tulis AstraZeneca.
"Lebih jauh lagi, TTS juga bisa terjadi tanpa adanya vaksin AZ (atau vaksin apa pun). Penyebab dalam setiap kasus individu akan bergantung pada bukti ahli," lanjutnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.