Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembentukan Hak Angket pada Kasus Djoko Tjandra Dinilai Kurang Tepat

Kompas.com - 02/08/2020, 12:32 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Habiburokhman Gerindra menilai, usulan pembentukan panitia khusus (pansus) hak angket terkait kasus pelarian narapidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra kurang tepat.

Usulan itu sebelumnya disampaikan oleh peneliti Indonesia Corruption Watch Egi Primayogha, karena menduga adanya keterlibatan oknum aparat penegak hukum yang membantu Djoko Tjandra selama berada di Indonesia.

"Saya pikir kurang tepat kalau kasus Djoko Tjandra ini digiring ke arah hak angket," kata Habiburokhman kepada Kompas.com, Minggu (2/8/2020).

Ia mengatakan, dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan UU tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3), hak angket dapat digunakan untuk penyidikan terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap bermasalah.

Baca juga: Arsul Sebut Pembentukan Pansus Hak Angket Terkait Kasus Djoko Tjandra Tak Tertutup Kemungkinan

Namun, kata dia, kasus yang melibatkan Djoko Tjandra bukan terkait kebijakan, melainkan soal oknum yang melakukan penyimpangan dan melanggar hukum.

"Saya khawatir narasi hak angket ini bisa membuat persoalan hukumnya menjadi bias dan tidak terpantau," kata dia.

Oleh karena itu, pihaknya pun akan tetap tegas mengawal proses hukum yang sedang berjalan saja.

Menurutnya, siapa pun yang bersalah dalam membantu Djoko Tjandra dalam pelariannya, harus dihukum sesuai Pasal 221 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal tersebut berbunyi, 'barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barang siapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian dapat diancam pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak Rp 4.500.'

"Ini semua kan sedang berjalan, sudah ada penyidikan, sudah ada tersangka. Hak angket tidak bisa kita gunakan untuk intervensi perkara hukum," kata dia.

Adapun kasus Djoko Tjandra bermula ketika Direktur PT Era Giat Prima itu dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Moekiat, sebagaimana diberitakan Harian Kompas, 24 Februari 2000.

Dalam dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara Rp 940 miliar.

Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai oleh R Soenarto memutuskan untuk tidak menerima dakwaan jaksa tersebut.

Baca juga: ICW Desak DPR Gunakan Hak Angket untuk Kasus Djoko Tjandra

 

Kemudian, Oktober 2008 Kejaksaan mengajukan PK ke Mahkamah Agung. MA menerima dan menyatakan Djoko Tjandra bersalah.

Djoko dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com