JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Kejaksaan Agung mengaku baru mengetahui adanya permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Djoko Sugiarto Tjandra setelah menerima surat panggilan sidang atau relaas dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Djoko Tjandra merupakan terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali yang kini masih buron.
"Jadi baru tahu kalau ada sidang PK setelah diberitahu yang namanya relaas, istilahnya, dari pengadilan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (29/7/2020).
Hari menuturkan, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selaku termohon PK menerima relaas dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 15 Juni 2020.
Baca juga: Pelarian Djoko Tjandra Turut Menyeret Oknum Jaksa, Dipidana?
Melalui surat tersebut, Kejari Jaksel dipanggil untuk menghadiri sidang yang digelar pada 29 Juni 2020.
"Kejari Jaksel mengetahui adanya permohonan PK setelah diberitahu oleh PN Jaksel pada 15 Juni 2020 untuk menghadiri sidang PK pada tanggal 29 Juni," ucap dia.
Diketahui, permohonan PK tersebut diajukan oleh Djoko Tjandra ke PN Jaksel pada 8 Juni 2020.
Baru-baru ini, PN Jaksel telah menetapkan, tidak menerima permohonan PK yang diajukan oleh buron kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra.
Hal tersebut tertuang dalam surat penetapan dengan nomor 12/Pid/PK/2020?PN.Jkt.Sel tertanggal 28 Juli 2020.
Baca juga: Permohonan PK Djoko Tjandra Tidak Diterima dan Tak Dilanjutkan ke MA
"Amarnya menyatakan permohonan peninjauan kembali dari pemohon atau terpidana Joko Soegiarto Tjandra tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dilanjutkan ke Mahkamah Agung," kata Humas PN Jaksel Suharno ketika dihubungi, Rabu (29/7/2020).
Suharno mengatakan, permohonan ITU tidak memenuhi syarat formil yang tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA).
Edaran yang dimaksud, yaitu SEMA Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana juncto SEMA Nomor 7 Tahun 2014.
"Tidak memenuhi syarat formil sebagaimana ketentuan SEMA Nomor 1 Tahun 2012 juncto SEMA Nomor 7 Tahun 2014," tutur dia.
Jika menilik SEMA Nomor 1 Tahun 2012, MA menegaskan bahwa permintaan PK hanya dapat diajukan oleh terpidana sendiri atau ahli warisnya.
Dalam SEMA juga tertulis bahwa permintaan PK yang diajukan oleh kuasa hukum tanpa dihadiri terpidana harus dinyatakan tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dilanjutkan ke MA.
Baca juga: Kejagung: Tak Cukup Bukti Ada Lobi Pengacara Djoko Tjandra ke Kajari Jaksel