JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) meminta majelis hakim menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Djoko Tjandra, buron dalam kasus pengalihan hak tagih utang atau cessie Bank Bali.
Permohonan itu dibacakan JPU dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/7/2020).
Baca juga: Empat Sorotan ICW Terkait Penegakan Hukum dalam Kasus Djoko Tjandra
“JPU meminta dengan hormat kepada majelis hakim berkenan untuk menyatakan, satu, permohonan PK yang diajukan pemohon Djoko Sugiarto Tjandra harus dinyatakan ditolak dan dinyatakan tidak dapat diterima dan berkas perkara tidak dilanjutkan ke Mahkamah Agung,” kata jaksa, seperti ditayangkan di Youtube KompasTV.
Selain itu, JPU juga meminta majelis hakim menolak permohonan Djoko Tjandra perihal perlaksanaan sidang PK secara virtual.
“Dua, menolak untuk dilakukan persidangan PK secara daring atau online atau teleconference sebagaimana tertuang dalam surat permohonan Djoko Tjandra yang dibacakan kuasa hukum pada persidangan 17 Juli 2020,” ujar dia.
Baca juga: Terkait Djoko Tjandra, Jokowi Didesak Bentuk Tim Bersama Polisi, KPK, dan Kejaksaan
Dalam pendapatnya, JPU merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012 yang menyatakan permohonan PK hanya dapat diajukan oleh terpidana sendiri atau ahli warisnya.
Dalam SEMA tersebut dinyatakan, permohonan PK yang diajukan oleh kuasa hukum tanpa kehadiran langsung terpidana tidak dapat diterima.
JPU menilai tak ada bukti Djoko Tjandra hadir di PN Jakarta Selatan untuk mendaftarkan permohonan PK.
JPU juga sempat menyinggung perihal pengecekan terhadap identitas yang digunakan Djoko Tjandra saat mendaftarkan permohonan PK.
Baca juga: ICW Desak DPR Gunakan Hak Angket Usut Kasus Pelarian Djoko Tjandra
“Dan belum dilakukan pemeriksaan tentang kesesuaian identias antara KTP yang dipergunakan untuk mendaftarkan PK dengan identitas yang terdapat dalam berkas-berkas putusan yang diomohonkan PK,” tutur JPU.
“Dan pemohon juga tidak pernah hadir dalam tiga kali persidangan PK di PN Jaksel,” ucap jaksa.
Diketahui, Djoko Tjandra tidak menghadiri panggilan sidang sebanyak tiga kali, yaitu pada 29 Juni, 6 Juli dan 20 Juli 2020.
Terkait pelaksanaan sidang online, JPU merujuk pada perjanjian kerja sama antara Kejaksaan Agung, MA, dan Kemenkumham.
Menurut JPU, mengacu pada perjanjian tersebut, pelaksaan sidang virtual hanya dapat dilakukan di pengadilan negeri, kantor kejaksaan, dan lapas atau rutan.
Baca juga: Djoko Tjandra Absen Sidang dengan Alasan Sakit, ICW Khawatir Kasus Setya Novanto Berulang
“Ketiga lembaga tersebut di atas diwajibkan untuk memiliki sarana dan prasarana persidangan online sehingga di luar ketiga tempat tersebut maka persidangan secara online tidak dapat dilaksanakan,” kata JPU.