Pasalnya, bagi rumah tangga miskin, kebanyakan anak perempuan dianggap sebagai beban ekonomi.
Dengan demikian, perkawinan pun dianggap sebagai solusi untuk melepaskan diri dari kemiskinan.
"Hal ini sesuai data susenas 2018 yang memperlihatkan, keluarga (berpenghasilan) rendah paling berisiko untuk menikahkan anaknya di bawah usia 18 tahun," kata dia.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo menargetkan menurunkan angka perkawinan anak hingga 8,74 persen dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.
Bintang mengatakan, Presiden Jokowi menargetkan menurunkan angka tersebut dari sebelumnya 11,21 persen.
Baca juga: Menteri PPPA: Perkawinan Anak Langgar HAM
"Program Kementerian PPPA, pencegahan perkawinan anak telah diintegrasikan dalam program pemerintah dalam RPJMN 2020-2024," kata Bintang.
"Presiden telah menargetkan, menurunkan angka perkawinan anak dari 11,21 persen menjadi 8,74 persen," lanjut dia.
Ia mengatakan, berdasarkan data survei sosial ekonomi nasional (susenas) 2012, ada sebanyak 11,21 persen perempuan berusia 21-24 tahun yang telah menikah.
Mereka diketahui telah melaksanakan pernikahan pada usia anak, yaitu di bawah 18 tahun.
Bahkan, terjadi peningkatan proporsi perempuan usia 20-24 tahun yang menikah sebelum usia 18 tahun, yakni sebesar 11,10 persen pada tahun 2016 menjadi 11,21 persen pada 2018.
"Meskipun secara prevalensi kenaikannya kecil, yakni 0,1 persen, namun jika dilihat angka absolutnya kasus perkawinan anak cukup banyak, yakni sebesar 1.220.900 kasus," ujar Bintang.
Selain itu, terdapat 20 provinsi yang memiliki angka perkawinan anak yang lebih tinggi dari rata-rata angka perkawinan nasional.
Baca juga: Perkawinan Anak Dinilai Jadi Gambaran Pandangan Sebuah Keluarga terhadap Perempuan
Salah satu langkah progresif yang berhasil dilaksanakan untuk mencapai target tersebut adalah dengan adanya pengesahan undang-undang (UU) nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, terkait batas usia perkawinan.
Batas usia perkawinan tersebut diubah menjadi 19 tahun dalam UU yang baru baik untuk laki-laki maupun perempuan.
"UU ini tak akan berarti kalau tidak diimplemetasikan. Bagaimana agar tak hanya ada regulasi tapi impelmentasinya di lapangan juga terjadi," kata dia.
Bintang mengatakan, terkait UU tersebut, Mahkamah Agung juga telah mengeluarkan peraturan MA nomor 5 tahun 2019 tentang pedoman mengadili permohonan dispensasi kawin.
Meskipun demikian, selanjutnya masih ada pengaturan lebih lanjut, termasuk berupa rancangan peraturan pemerintah tentang dispensasi kawin yang saat ini sedang disiapkan Kemen PPPA.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.