JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo mengungkap setidaknya ada enam titik rawan dalam tahapan pencalonan Pilkada Serentak 2020.
Pertama, petugas penyelenggra yang tak melakukan verifikasi faktual dukungan bakal pasangan calon (bapaslon) kepala daerah perseorangan. Seperti diketahui, untuk dapat maju di Pilkada jalur independen, ada jumlah minimal dukungan yang harus dipenuhi bakal calon.
Tidak dilakukannya verifikasi akan menguntungkan bapaslon yang diloloskan sebagai paslon.
"Maka para pengawas di lapangan harus memastikan PPS (panitia pemungutan suara) telah melakukan verifikasi faktual sesuai dengan prosedur," kata Ratna melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (8/6/2020).
Baca juga: PKPU Terbit, Pilkada 2020 Digelar dengan Protokol Kesehatan
Titik rawan kedua, kata Ratna, bapaslon yang mendaftar sebagai peserta Pilkada saat detik-detik terakhir.
Hal ini dinilai menyulitkan KPU provinsi atau kabupaten/kota untuk memeriksa kelengkapan dokumen bakal paslon karena terbatasnya waktu.
Ketiga, konflik kepengurusan partai politik yang menjadi penyebab munculnya rekomendasi partai kepada lebih dari satu pasangan calon.
"Kami berharap ini tidak terjadi, tidak ada kepengurusan yang ganda. Jika terjadi akan kami antisipasi agar rekomendasi parpol tidak lebih dari satu paslon," ujar Ratna.
Baca juga: Bawaslu Sebut Bakal Maksimalkan Pencegahan Pelanggaran di Pilkada 2020
Ratna melanjutkan, titik rawan keempat yakni mahar politik atau pemberian imbalan dalam proses pencalonan.
Bapaslon kerap kali diminta menyerahkan imbalan ke partai politik untuk mendapatkan rekomendasi pencalonan. Menurut Ratna, hal ini tidak dapat dibenarkan.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan