Usman menambahkan, tindakan polisi yang memintai keterangan Ismail sebagai sebuah tindakan berlebihan.
Menurut dia, apa yang ditunjukkan aparat kepolisian menunjukkan bahwa mereka tidak memahami arti kebebasan berpendapat.
"Tindakan itu bisa mencerminkan bahwa kepolisian anti-kritik," kata dia.
Baca juga: Pengunggah Guyonan Gus Dur Diperiksa Polres Sula, Mabes Polri: Jangan Terlalu Reaktif
Padahal, ia mengatakan, kritik adalah bagian dari kebebasan berpendapat yang dilindungi konstitusi.
Hal tersebut tercantum dalam Pasal 28E ayat 3 UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Hak tersebut juga dijamin hukum internasional, yaitu pada International Convenant of Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.
Sementara itu, anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu menilai, tindakan pemeriksaan terhadap Ismail merupakan sebuah bentuk intimidatif.
Baca juga: Penggunggah Guyonan Gus Dur Diperiksa, Ombudsman Sebut Polisi Intimidatif
"Bagaimana seseorang yang menyampaikan joke-nya menirukan joke yang pernah disampaikan oleh almarhum Presiden Abdurrahman Wahid kemudian diperlakukan dengan cara-cara yang mengarah pada intimidatif," kata Ninik dalam konferensi pers.
Ia menambahkan, masih sedikit masyarakat Indonesia yang telah memahami Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Sehingga, hal tersebut menyebabkan banyak orang yang salah memahami unggahan yang bersifat guyonan dan tindak kriminal.
"Tugas pemerintah dan juga aparat keamanan untuk memberikan penguatan kapasitas kepada masyarakat kita dan melakukan pendekatan-pendekatan yang akomodatif ketimbang mengedepankan cara-cara kekerasan," ujar Ninik.
Baca juga: Kapolda Maluku Utara: Pemeriksaan Pengunggah Guyonan Gus Dur Kurang Tepat