BPS menyatakan, terdapat kemunduran aspek kebebasan sipil dalam indeks demokrasi Indonesia tahun 2018. Penurunan itu terlihat dari aspek kebebasan sipil yang turun 0,29 poin dibandingkan 2017 menjadi 78,46 persen.
Penurunan itu terjadi, khususnya akibat adanya ancaman dari masyarakat kepada masyarakat.
Sebelum kasus unggahan Ismail mencuat, isu kebebasan berpendapat juga menjadi sorotan saat komika Bintang Emon mengunggah video di akun media sosialnya yang berisi kritik atas ringannya tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) kepada penyerang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Baca juga: Bintang Emon Diserang Setelah Kritik Kasus Novel, Komentar Istana, hingga Dukungan KPK dan DPR
Setelah video tersebut viral, ada sejumlah pihak yang mencoba masuk ke dalam akun email pekerjaannya.
Tak sampai di sana, akun email milik kakak dan manajernya pun ada yang berusaha untuk meretas.
Selain itu, sejumlah akun anonim di media sosial juga mencoba menyerang pribadinya dengan menyebutnya sebagai pengguna narkoba.
Untuk membuktikan tudingan itu tidak benar, ia sampai mengunggah bukti hasil tes urin di salah satu rumah sakit swasta.
Anggota Komisi III DPR Benny K Harman menilai, serangan yang dilancarkan kepada Bintang Emon merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi.
"Bagi saya, ini bukti rezim Jokowi antikritik, antidemokrasi, otoriter, dan tidak ingin dengar suara rakyat," kata Benny.
Baca juga: Bintang Emon Diserang Setelah Kritik Kasus Novel, Benny K Harman: Bukti Antikritik
Selain dua kasus di atas, Usman juga turut menyoroti kasus diskusi akademik bertajuk "Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan" yang hendak dilaksanakan Constitutional Law Society (CLS) Universitas Gajah Mada pada 29 Mei lalu.
Diskusi itu akhirnya dibatalkan.
Namun tak sampai di sana, para narasumber juga mengaku diteror oleh sejumlah pihak dan muncul dugaan peretasan terhadap panitia.
Baca juga: Anggota Komisi III: Kasus Teror Diskusi UGM Memalukan dan Memilukan