Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Unggahan Guyonan Politik Gus Dur Berujung Pemeriksaan Polisi...

Kompas.com - 19/06/2020, 12:13 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tak terpikir oleh Ismail Ahmad, warga Kepulauan Sula, Maluku Utara, aparat kepolisian akan tersinggung dengan salah satu unggahan status yang ditulisnya melalui akun Facebook pribadinya.

Jumat (12/6/2020) lalu, ia mengunggah salah satu guyonan Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur terkait polisi.

Guyonan yang sama, ditulis oleh mantan Menteri Riset dan Teknologi AS Hikam di dalam buku Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita (2013), didengar pertama kali pada 2008 saat ia bertemu dengan Gus Dur di kediamannya.

"Ada tiga polisi jujur di Indonesia, yaitu polisi tidur, patung polisi, dan Jenderal Hoegeng," tulis Ismail sekitar pukul 11.00 WIT.

Baca juga: Setelah Diperiksa di Kantor Polisi, Pengunggah Guyonan Gus Dur Minta Maaf

Guyonan yang ia dapatkan saat berselancar di dunia maya itu rupanya cukup membuatnya tertarik.

Sehingga, ia mengutip guyonan tersebut untuk diunggah kembali sebagai salah satu status media sosialnya.

Tak ada niat di benak Ismail untuk menyindir institusi seragam coklat itu.

"Saya tidak berpikir kalau mereka tersinggung, soalnya saya lihat menarik saya posting saja. Saya juga tidak ada kepentingan apa-apa," kata Ismail, Kamis.

Belakangan, ia menghapus unggahan tersebut setelah mendapat pesan singkat dari sekda melalui jejaring WhatsApp. Tak lama kemudian, ia didatangi polisi di kediamannya untuk dimintai klarifikasi di Mapolres Sula.

Baca juga: Unggahan Guyonan Gus Dur, Kritik terhadap Polri, hingga Suara Gusdurian...

Meski setelah itu ia diperbolehkan pulang, namun ada keharusan wajib lapor yang harus dilakukannya.

Keharusan itu hanya berlangsung dua hari, hingga akhirnya ia menyatakan permohonan maaf melalui media pada Selasa (16/6/2020) lalu.

Kemunduran demokrasi

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai, peristiwa yang menimpa Ismail sebagai sebuah kemunduran demokrasi.

"Amnesty melihat kasus itu sebagai bagian potret besar menurunnya kebebasan berekspresi dalam tahun-tahun terakhir," kata Usman saat dihubungi Kompas.com, Kamis (18/6/2020).

Hal itu pun sejurus dengan kajian yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun lalu.

Baca juga: Pengunggah Guyonan Gus Dur Diperiksa, Amnesty: Kepolisian Anti-kritik

Ilustrasi demokrasiShutterstock Ilustrasi demokrasi
BPS menyatakan, terdapat kemunduran aspek kebebasan sipil dalam indeks demokrasi Indonesia tahun 2018. Penurunan itu terlihat dari aspek kebebasan sipil yang turun 0,29 poin dibandingkan 2017 menjadi 78,46 persen.

Penurunan itu terjadi, khususnya akibat adanya ancaman dari masyarakat kepada masyarakat.

Sebelum kasus unggahan Ismail mencuat, isu kebebasan berpendapat juga menjadi sorotan saat komika Bintang Emon mengunggah video di akun media sosialnya yang berisi kritik atas ringannya tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) kepada penyerang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

Baca juga: Bintang Emon Diserang Setelah Kritik Kasus Novel, Komentar Istana, hingga Dukungan KPK dan DPR

Setelah video tersebut viral, ada sejumlah pihak yang mencoba masuk ke dalam akun email pekerjaannya.

Tak sampai di sana, akun email milik kakak dan manajernya pun ada yang berusaha untuk meretas.

Selain itu, sejumlah akun anonim di media sosial juga mencoba menyerang pribadinya dengan menyebutnya sebagai pengguna narkoba.

Untuk membuktikan tudingan itu tidak benar, ia sampai mengunggah bukti hasil tes urin di salah satu rumah sakit swasta.

Anggota Komisi III DPR Benny K Harman menilai, serangan yang dilancarkan kepada Bintang Emon merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi.

"Bagi saya, ini bukti rezim Jokowi antikritik, antidemokrasi, otoriter, dan tidak ingin dengar suara rakyat," kata Benny.

Baca juga: Bintang Emon Diserang Setelah Kritik Kasus Novel, Benny K Harman: Bukti Antikritik

Anti-kritik

Selain dua kasus di atas, Usman juga turut menyoroti kasus diskusi akademik bertajuk "Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan" yang hendak dilaksanakan Constitutional Law Society (CLS) Universitas Gajah Mada pada 29 Mei lalu.

Diskusi itu akhirnya dibatalkan.

Namun tak sampai di sana, para narasumber juga mengaku diteror oleh sejumlah pihak dan muncul dugaan peretasan terhadap panitia.

Baca juga: Anggota Komisi III: Kasus Teror Diskusi UGM Memalukan dan Memilukan

Ilustrasi demokrasi.SHUTTERSTOCK Ilustrasi demokrasi.
Usman menambahkan, tindakan polisi yang memintai keterangan Ismail sebagai sebuah tindakan berlebihan.

Menurut dia, apa yang ditunjukkan aparat kepolisian menunjukkan bahwa mereka tidak memahami arti kebebasan berpendapat.

"Tindakan itu bisa mencerminkan bahwa kepolisian anti-kritik," kata dia.

Baca juga: Pengunggah Guyonan Gus Dur Diperiksa Polres Sula, Mabes Polri: Jangan Terlalu Reaktif

Padahal, ia mengatakan, kritik adalah bagian dari kebebasan berpendapat yang dilindungi konstitusi.

Hal tersebut tercantum dalam Pasal 28E ayat 3 UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Hak tersebut juga dijamin hukum internasional, yaitu pada International Convenant of Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.

Sementara itu, anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu menilai, tindakan pemeriksaan terhadap Ismail merupakan sebuah bentuk intimidatif.

Baca juga: Penggunggah Guyonan Gus Dur Diperiksa, Ombudsman Sebut Polisi Intimidatif

"Bagaimana seseorang yang menyampaikan joke-nya menirukan joke yang pernah disampaikan oleh almarhum Presiden Abdurrahman Wahid kemudian diperlakukan dengan cara-cara yang mengarah pada intimidatif," kata Ninik dalam konferensi pers.

Ia menambahkan, masih sedikit masyarakat Indonesia yang telah memahami Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Sehingga, hal tersebut menyebabkan banyak orang yang salah memahami unggahan yang bersifat guyonan dan tindak kriminal.

"Tugas pemerintah dan juga aparat keamanan untuk memberikan penguatan kapasitas kepada masyarakat kita dan melakukan pendekatan-pendekatan yang akomodatif ketimbang mengedepankan cara-cara kekerasan," ujar Ninik.

Baca juga: Kapolda Maluku Utara: Pemeriksaan Pengunggah Guyonan Gus Dur Kurang Tepat

Tak diproses

Di lain pihak, Mabes Polri menyatakan, Ismail tak diproses hukum meski sempat dibawa ke kantor polisik.

"Tidak ada BAP, tidak ada kasus," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono melalui keterangan tertulis, Kamis (18/6/2020).

Argo mengatakan, polisi hanya meminta klarifikasi soal apa yang ditulis oleh pengunggah di media sosial.

"Penafsiran anggota reserse ini seolah-olah ada sesuatu antara dia dan institusi kemudian dipanggil dan diklarifikasi," kata dia.

Baca juga: Polri: Pengunggah Guyonan Gus Dur Tak Diproses Hukum, Anggota Ditegur

Ia juga menyampaikan bahwa Polda Maluku Utara telah menegur anggota Polres Kepulauan Sula terkait kasus tersebut.

Sementara itu, meski Ismail tak diproses dalam peristiwa tersebut, namun Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid menyesalkan, peristiwa itu.

"Meski kasus tersebut tidak diproses karena Ismail bersedia meminta maaf, namun pemanggilan terhadap Ismail oleh Polres Sula adalah bentuk intimidasi institusi negara terhadap warganya,"

Menurut dia, apa yang dilakukan aparat menambah catatan kelam penggunaan UU ITE sebagai instrumen untuk membungkam kebebasan berpikir dan berpendapat di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Nasional
Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Nasional
Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Mempengaruhi Pemilih Memilih 02

Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Mempengaruhi Pemilih Memilih 02

Nasional
Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Nasional
KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

Nasional
Megawati Diyakini Tak Goyah, PDI-P Diprediksi Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Megawati Diyakini Tak Goyah, PDI-P Diprediksi Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Digugat ke Pengadilan, Bareskrim: Penetapan Tersangka Kasus TPPU Panji Gumilang Sesuai Fakta

Digugat ke Pengadilan, Bareskrim: Penetapan Tersangka Kasus TPPU Panji Gumilang Sesuai Fakta

Nasional
Soal Peluang PDI-P Gabung Koalisi Prabowo, Guru Besar UI: Megawati Tegak, Puan Sejuk

Soal Peluang PDI-P Gabung Koalisi Prabowo, Guru Besar UI: Megawati Tegak, Puan Sejuk

Nasional
Jokowi Minta Kepala BNPB Cek Masyarakat Sulbar yang Belum Dapat Bantuan Pascagempa

Jokowi Minta Kepala BNPB Cek Masyarakat Sulbar yang Belum Dapat Bantuan Pascagempa

Nasional
Jokowi Beri Isyarat Perpanjang Masa Jabatan Pj Gubernur Sulbar Zudan Arif

Jokowi Beri Isyarat Perpanjang Masa Jabatan Pj Gubernur Sulbar Zudan Arif

Nasional
Jokowi Janji Bakal Bangun Asrama dan Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas

Jokowi Janji Bakal Bangun Asrama dan Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas

Nasional
Prabowo-Gibran Bersiap Kembangkan Koalisi Pasca-putusan MK

Prabowo-Gibran Bersiap Kembangkan Koalisi Pasca-putusan MK

Nasional
Dirut Pertamina Paparkan Bisnis Terintegrasi yang Berkelanjutan di Hannover Messe 2024

Dirut Pertamina Paparkan Bisnis Terintegrasi yang Berkelanjutan di Hannover Messe 2024

Nasional
KPK Nyatakan Siap Hadapi Gugatan Gus Muhdlor

KPK Nyatakan Siap Hadapi Gugatan Gus Muhdlor

Nasional
“Dissenting Opinion”, Hakim MK Arief Hidayat Usul Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

“Dissenting Opinion”, Hakim MK Arief Hidayat Usul Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com