JAKARTA, KOMPAS.com - Komnas HAM berharap adanya peninjauan terhadap reformasi peradilan militer, yang dinilai belum berjalan hingga saat ini.
Hal itu disampaikan Komisioner Komnas HAM Choirul Anam apabila Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas TNI dalam Menangani Aksi Terorisme nantinya disahkan.
“Sampai detik ini reformasi pengadilan militer masih terkendala, tidak berjalan,” kata Anam dalam diskusi daring, Rabu (13/5/2020).
“Oleh karenanya memang ada baiknya reformasi peradilan kita juga ditinjau ulang, kalau memang ini (perpres) dipaksakan untuk disahkan,” sambung dia.
Anam berpandangan, rancangan perpres tersebut tidak mengatur tentang pertanggungjawaban pelaksanaan dari pemberantasan terorisme tersebut.
Dengan begitu, tidak ada mekanisme bagi aparat yang terbukti melanggar.
Baca juga: Rancangan Perpres TNI Berantas Terorisme Dianggap Tak Sesuai Mandat UU, DPR Diminta Menolak
Hal itu dinilai berbeda dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang mencantumkan soal pelanggaran tersebut.
“Ketika ada pelanggaran, itu secara tertulis dalam pasal-pasal di UU tersebut, itu bisa diadili di pengadilan, itu clear ditulis. Ada soal menghormati HAM, ada proses pengadilan, nah di sini (rancangan perpres) enggak ada,” tuturnya.
Hal itu bukan menjadi satu-satunya poin yang dikritik Komnas HAM pada rancangan perpres tersebut.
Anam menyinggung soal penyadapan yang tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 2018. Dalam UU tersebut, penyadapan dilakukan dengan tujuan membangun konstruksi peristiwa hingga kasusnya dapat disidangkan.
Namun, Komnas HAM berpandangan, rancangan perpres tidak mengatur soal pertanggungjawaban hasil dari aktivitas yang dilakukan.
Hal berikutnya yang disoroti adalah keterangan “operasi lainnya” pada Pasal 3d dalam rancangan perpres. Poin itu dinilai berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.
Selanjutnya, Anam menilai Rancangan Perpres belum mengatur tentang gradasi ancaman serta tingkat keterlibatan TNI.
Baca juga: Komnas HAM: Perpres Pelibatan TNI Harus Terbuka dan Partisipatif
Terakhir, Anam berpandangan sumber dana seharusnya hanya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Bila ada sumber lainnya, hal tersebut dinilai berpotensi memengaruhi akuntabilitas TNI.
Pada akhirnya, ia pun berharap agar pengesahan rancangan perpres tersebut dapat ditunda.
“Kami berharap ini ditunda, terus kita baca ulang karena jangan sampai kita ingin TNI yang profesional terus agenda reformasi TNI berjalan baik, tapi jadi setback kalau banyak otoritas-otoritas yang di luar UU,” ucap Anam.
Saat ini, pemerintah tengah menyiapkan Perpres mengenai pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme.
Entitas pada TNI yang akan dilibatkan, yakni Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab) yang terdiri dari personel berlatar belakang satuan elite tiga matra TNI, yakni TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Baca juga: PDI-P Nilai Konsultasi ke DPR Terkait Perpres Pelibatan TNI Atasi Terorisme Tak Mengikat
Setelah Perppres rampung, Koopsusgab langsung meningkatkan kesiapsiagaannya untuk membantu Polri dalam penanganan terorisme.
Selain itu, perpres akan mengategorikan spektrum ancaman sebagai indikator Koopsusgab TNI harus turun tangan memberantas terorisme atau tidak.
Kategori ancaman tersebut terdiri dari, low intensity, medium intensity, dan high intensity.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.