JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah saat ini sedang mencari tahu alasan perusahaan kapal China yang melarung jenazah anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang baru-baru ini terjadi.
Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Kementerian Ketenagakerjaan Eva Trisiana mengatakan, berdasarkan aturan International Labour Organization (ILO) atau organisasi buruh internasional, pelarungan jenazah yang menjadi ABK diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu.
"Pemerintah konsen dan yang sedang kami upayakan adalah sejauh mana alasan-alasan dari perusahaan kapal untuk membuang jenazah ABK," kata Eva dalam diskusi, Minggu (10/5/2020).
"Karena dari aturan ILO itu diperbolehkan (larung jenazah) dengan syarat-syarat," lanjut dia.
Baca juga: Menlu: Perlakuan Terhadap ABK di Kapal Long Xing 629 Mencederai HAM
Persyaratan pelarungan antara lain, kapal berlayar di perairan internasional, ABK meninggal lebih dari 24 jam atau kematiannya disebabkan karena penyakit menular.
Selain itu, kapal tidak bisa lagi menyimpan jenazah atau sudah tidak ada tempat sehingga harus dilarung.
Kemudian, adanya surat keterangan kematian, izin pihak keluarga, dan masih banyak lagi.
"Kami akan mencari tahu apakah itu dipenuhi. Kalau dipenuhi, berarti memang sudah sesuai aturan," kata dia.
Selain itu, tata cara pelarungan juga harus dipenuhi seperti jenazah harus masuk ke dalam air alias tidak mengapung.
Saat ini, kata dia, ke-14 ABK yang tersisa dari kapal tersebut sudah dipulangkan ke Indonesia dan tengah dikarantina.
Baca juga: Cerita ABK di Kapal Asing: Tanpa Pembekalan, Kami Ditendang, Dimaki Ketika Kelelahan
Terkait kejadian ini, Bareskrim Polri tengah menyelidiki kemungkinan adanya tindak pidana perdagangan orang.
"Yang jelas, perusahaan-perusahaan yang mengirim (ABK) akan bertanggungjawab," kata dia.
Sebelumnya, berdasarkan keterangan Menlu Retno LP Marsudi, ada tiga ABK Indonesia yang meninggal dunia di kapal China dan dilarung ke laut.
Sementara itu, satu ABK meninggal di rumah sakit.
Retno mengatakan, tiga ABK Indonesia yang dilarung ke laut itu merupakan awak kapal dari Kapal Long Xin 629.
Pertama, ABK berinisial AR mengalami sakit pada 26 Maret 2020, kemudian dipindahkan ke Kapal Tian Yu nomor 8 untuk diobati di pelabuhan.
Baca juga: Menlu: Sebagian Besar ABK di Kapal Long Xing 629 Belum Terima Gaji
Namun, belum sempat menerima pengobatan, AR meninggal pada 31 Maret 2020. AR dilarung ke laut atas persetujuan keluarga.
"Dari informasi yang diperoleh KBRI pihak kapal telah memberi tahu pihak keluarga dan mendapat surat persetujuan pelarungan di laut dari kelurga tertanggal 3 maret 2020, pihak keluarga juga sepakat menerima kompensasi kematian dari kapal Tian Yu 8," kata Retno
Sementara itu, Retno mengatakan, dua ABK Indonesia lainnya meninggal dunia di Kapal Long Xin 629 saat berlayar di Samudera Pasifik pada Desember 2019.
Retno mengatakan, terkait dua ABK Indonesia yang dilarung pada Desember 2019, Kemenlu telah menghubungi pihak keluarga agar hak-hak ABK tersebut dapat terpenuhi.
Ia mengatakan, pada 26 April 2020, KBRI Seoul mendapatkan informasi ada satu ABK Indonesia dari Kapal Long Xin 629 berinisial EP yang mengalami sakit.
Namun, EP meninggal dunia ketika dibawa ke rumah sakit di Pelabuhan Busan.
"Atas permintaan KBRI, agen untuk bawa ke RS tapi saudara EP meninggal di RS. Dari keterangan kematian Busan Medical Center, beliau meninggal karena pneumonia. Saat ini, diurus kepulangan jenazah," ucap dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.