Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jawaban Pengusul RUU Ketahanan Keluarga atas Kritik dan Kontroversi

Kompas.com - 21/02/2020, 05:12 WIB
Dani Prabowo,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Sejumlah pasal di dalam draf Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga menuai kritik. Sebab, pasal-pasal di dalam draf tersebut dinilai telah masuk ke dalam ranah privat seseorang.

Misalnya, rencana pelarangan bondage and discipline, sadism and masochism atau BDSM dalam hubungan suami istri yang akan diatur pada Pasal 85 dan Pasal 86 RUU Ketahanan Keluarga.

Sekalipun, hubungan aktivitas BDSM di dalam hubungan seksual suami istri itu berdasarkan atas kesepakatan dan tidak ada unsur paksaan, namun perbuatan itu diyakini memiliki unsur kekerasan dan dapat melukai pasangan.

Hal lain yakni kewajiban istri dalam mengatur urusan rumah tangga dan memenuhi kebutuhan suami dan anak sebagaimana diatur di dalam Pasal 25 ayat (3).

Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga Dinilai Tak Boleh Urusi Persoalan Rumah Tangga

Tingginya perceraian

Menanggapi sejumlah kritik, anggota Fraksi Partai Amanat Nasional Ali Taher Parasong yang menjadi salah satu pengusul RUU tersebut angkat suara. Ia menilai, munculnya pro kontra atas sebuah usulan RUU adalah sebuah hal yang wajar.

Namun faktanya, menurut Ali, kondisi sosial masyarakat dalam hubungan perkawinan saat ini dalam kondisi yang rapuh. Dasar pernyataan itu dilihat dari meningkatnya angka perceraian perkawinan dari tahun ke tahun.

"Kalau ini tingkat perceraian sekarang rata-rata kabupaten itu tidak kurang dari 150-300 per bulan," kata Ali Taher di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/2/2020).

Baca juga: Ketentuan Kontroversial dalam RUU Ketahanan Keluarga Pasal Per Pasal

Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilansir Kompas.com dari naskah akademik RUU tersebut menunjukkan, adanya tren perceraian di masyarakat dalam rentang waktu 2013 hingga 2018.

Pada 2013, kasus perceraian mencapai 324.247 kasus dan jumlah yang sama terjadi pada 2014.

Kemudian, pada 2015 jumlahnya meningkat menjadi 347.245 kasus dan kembali meningkat pada 2016 menjadi 365.654 kasus. Sementara, pada 2017 terjadi 374.516 kasus perceraian dan meningkat menjadi 408.202 kasus pada 2018.

"Kerapuhan dalam rumah tangga tercermin dalam perceraian per tahun, terjadi peningkatan luar biasa," kata dia.

Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga Tak Cantumkan Aturan KDRT, Ini Penjelasan Pengusul

Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher ketika ditemui di Menara Peninsula, Slipi, Jakarta Barat, Senin (2/9/2019).KOMPAS.com/Deti Mega Purnamasari Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher ketika ditemui di Menara Peninsula, Slipi, Jakarta Barat, Senin (2/9/2019).
Menurut Ali Taher, salah satu penyebab tingginya angka perceraian adalah karena munculnya persoalan perekonomian dan perselingkuhan.

Namun, berdasarkan data di dalam naskah akademik, faktor terbesar yang mengakibatkan kasus perceraian adalah terjadinya perselisihan dan pertengkaran terus menerus dalam keluarga (44,8 persen).

Selanjutnya, diikuti dengan masalah ekonomi (27,17 persen), suami/istri pergi (17,55 persen), kekerasan dalam rumah tangga (2,15 persen), dan mabuk (0,85 persen).

Ali pun beranggapan bahwa negara perlu hadir guna menyelesaikan persoalan ini. Salah satunya dengan membuat RUU Ketahanan Keluarga.

"UU itu menjadi sangat penting bagi kita untuk dilanjutkan agar persoalan ketahanan keluarga ini bisa menjadi alternatif pemecahan masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh keluarga," ujarnya.

Baca juga: Pasal-pasal Kontroversial RUU Ketahanan Keluarga: Atur LGBT, BDSM, hingga Kewajiban Suami-Istri

Pasal kontroversial

Salah satu pasal kontroversial yang diatur dalam RUU ini adalah terkait penyimpangan seksual berupa BDSM.

Ali Taher menyatakan, sejatinya hubungan seks menjadi wujud kebahagiaan pasangan suami istri di samping sebagai sarana reproduksi.

Aktivitas BDSM dalam hubungan suami istri diyakini masih memuat unsur kekerasan yang dapat melukai pasangan. Sehingga, sudah seharusnya hal itu dilarang dan diatur di dalam undang-undang demi mencegah terjadinya kekejaman di dalam rumah tangga.

“Ya diatur. Kalau enggak diatur, jangan sampai kekejaman terjadi dalam rumah tangga. Itu yang paling penting,” kata dia.

Baca juga: Penjelasan Pengusul RUU Ketahanan Keluarga soal Pasal Larangan BDSM...

Sebagai gambaran, pada 2016 Kementerian PPPA dan BPS pernah melakukan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) untuk mengumpulkan informasi tentang kekerasan terhadap perempuan pada skala nasional.

Hasilnya, 19,04 persen perempuan dewasa dan anak perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan seksual oleh orang lain selain pasangannya dalam kurun 12 bulan terakhir.

Kemudian, 12,3 persen perempuan 15-64 tahun yang pernah atau sedang menjalani hubungan pernikahan, pernah mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh pasangannya.

Baca juga: Wakil Ketua Komisi VIII Tak Sepakat RUU Ketahanan Keluarga Atur Ranah Privat

Namun, di dalam naskah akademik RUU itu disebutkan bahwa data itu belum dengan jelas memisahkan berapa presentase perempuan yang sedang menikah dan berapa proporsi perempuan yang pernah menikah.

Hal ini tentu saja mempersulit untuk melihat permasalahan kekerasan dalam keluarga.

Ilustrasi keluargaFreepik Ilustrasi keluarga
Sementara terkait persoalan tugas dan kewajiban istri dalam keluarga, menurut Ali, seharusnya hal itu tidak dilihat dalam kacamata gender.

Ia pun merujuk Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang secara tegas menyatakan bahwa suami merupakan kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga.

Atas dasar tersebut, menurut Ali, sudah jelas bahwa tugas istri adalah mengurus persoalan rumah tangga sebaik-baiknya.

"Kebahagiaan keluarga itu bergantung kepada bagaimana ibu. Ibu yang memiliki hak asuh terhadap anak ketika tumbuh kembang. Jangan, oh itu persoalan gender. Enggak, ini bukan persoalan gender. Ini persoalan anak," tuturnya.

Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga, Kamar Orangtua, Anak Laki, dan Perempuan Harus Pisah

Untuk diketahui, RUU Ketahanan Keluarga masuk dalam 50 RUU Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2020. RUU ini merupakan usul DPR dan diajukan oleh lima anggota DPR yang terdiri dari empat fraksi.

Mereka adalah anggota Fraksi PKS Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani, anggota Fraksi Partai Golkar Endang Maria Astuti, anggota Fraksi Partai Gerindra Sodik Mujahid, dan anggota Fraksi PAN Ali Taher.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Achmad Baidowi (Awi) mengonfirmasi nama-nama pengusul tersebut.

Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga Dikritik, Pengusul: Enggak Jadi Juga Enggak Apa-apa

Awi mengatakan, saat ini RUU Ketahanan Keluarga mulai dibahas di Baleg.

"RUU tersebut usul inisiatif DPR, masih dalam tahap penjelasan pengusul di rapat Baleg yang selanjutnya akan dibahas di Panja untuk diharmonisasi, sebelum dibawa ke pleno Baleg," kata Awi, Rabu (19/2/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Nasional
Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com