Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/02/2020, 09:42 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga dikritik sejumlah pihak karena dianggap terlalu mencampuri urusan pribadi.

RUU itu di antaranya mengatur tentang kewajiban suami dan istri dalam pernikahan hingga wajib lapor bagi keluarga atau individu pelaku LGBT.

Aktivitas seksual sadisme dan masokisme juga dikategorikan sebagai penyimpangan seksual dalam RUU tersebut sehingga wajib dilaporkan.

RUU Ketahanan Keluarga ini merupakan usul DPR dan masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas prioritas) 2020.

Baca juga: Polemik RUU Ketahanan Keluarga, Fraksi Partai Golkar Tarik Dukungan

Pengusulnya adalah anggota Fraksi PKS Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani, anggota Fraksi Golkar Endang Maria Astuti, anggota Fraksi Gerindra Sodik Mujahid, dan anggota Fraksi PAN Ali Taher.

Dirangkum Kompas.com, berikut sejumlah pasal kontroversial dalam RUU Ketahanan Keluarga:

LGBT tergolong penyimpangan seksual

Keluarga atau individu homoseksual dan lesbian wajib melapor. Aturan itu tertuang dalam Pasal 85-89 RUU Ketahanan Keluarga.

Pasal 85 mengatur tentang penanganan krisis keluarga karena penyimpangan seksual. Penyimpangan seksual yang dimaksud dalam Pasal 85, salah satunya adalah homoseksualitas.

"Homosex (pria dengan pria) dan lesbian (wanita dengan wanita) merupakan masalah identitas sosial di mana seseorang mencintai atau menyenangi orang lain yang jenis kelaminnya sama," demikian bunyi salah satu poin penjelasan dalam Pasal 85.

Baca juga: LGBT Diatur RUU Ketahanan Keluarga, Pengusul Sebut atas Nama Pancasila

Selanjutnya, dalam pasal 86-87, pelaku penyimpangan seksual wajib dilaporkan atau melaporkan diri ke badan atau lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk mendapatkan pengobatan atau perawatan.

Dalam Pasal 88-89 diatur tentang lembaga rehabilitasi yang menangani krisis keluarga dan ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor.

Sadomasokisme menyimpang dan wajib dilaporkan

Tak hanya LGBT, RUU Ketahanan Keluarga juga mengatur pelaku sadisme dan masokisme atau bondage and discipline, sadism and masochism (BDSM). 

BDSM adalah aktivitas seksual yang merujuk pada perbudakan fisik, sadisme, dan masokisme yang dilakukan atas kesepakatan kedua belah pihak.

Berdasarkan Pasal 85 RUU Ketahanan Keluarga, sadisme dan masokisme didefinisikan sebagai penyimpangan seksual. 

"Sadisme adalah cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan menghukum atau menyakiti lawan jenisnya," demikian bunyi salah satu poin penjelasan Pasal 85.

"Masochisme kebalikan dari sadisme adalah cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual melalui hukuman atau penyiksaan dari lawan jenisnya," demikian bunyi poin berikutnya.

Baca juga: Dalam Draf RUU Ketahanan Keluarga Diatur Larangan Aktivitas BDSM

Selanjutnya, dalam Pasal 86-89, diatur bahwa pelaku penyimpangan seksual wajib dilaporkan atau melaporkan diri ke badan atau lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk mendapatkan pengobatan atau perawatan.

Ilustrasi LGBT.Thinkstock Ilustrasi LGBT.

Donor sperma dan sel telur terancam pidana

Ketentuan larangan mendonorkan sperma dan sel telur tertuang dalam Pasal 31 yang terdiri atas dua ayat. Berikut bunyi selengkapnya:

Ayat (1)

"Setiap orang dilarang menjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan secara sukarela, menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan".

Ayat (2)

"Setiap orang dilarang membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain menjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan".

Baca juga: Donor Sperma dan Sel Telur Terancam Pidana dalam RUU Ketahanan Keluarga

Pasal 139 mengatur ketentuan pidana bagi pihak-pihak yang disebutkan di dalam Pasal 31 Ayat (1).

Mereka yang melakukannya terancam pidana paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta.

Sementara itu, mereka yang melakukan perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 Ayat (2) terancam hukuman lebih berat sebagaimana diatur pada Pasal 140.

Dalam pasal itu, mereka yang sengaja melakukannya terancam pidana tujuh tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.

Atur kewajiban suami dan istri

Kewajiban istri tertuang dalam Pasal 25 Ayat (3). Berdasarkan RUU itu, ada tiga kewajiban istri, yaitu mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya serta menjaga keutuhan keluarga.

Kemudian, istri wajib memperlakukan suami dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementara itu, dalam pasal yang sama juga diatur kewajiban suami. Pasal 25 Ayat (2) mengatur empat kewajiban suami.

Pertama, sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kesejahteraan keluarga, memberikan keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan bertanggung jawab atas legalitas kependudukan keluarga.

Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga Atur Kewajiban Istri: Urus Rumah Tangga hingga Penuhi Hak Suami

Kedua, melindungi keluarga dari diskriminasi, kekejaman, kejahatan, penganiayaan, eksploitasi, penyimpangan seksual, dan penelantaran.

Ketiga, melindungi diri dan keluarga dari perjudian, pornografi, pergaulan dan seks bebas, serta penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

 

Keempat, melakukan musyawarah dengan seluruh anggota keluarga dalam menangani permasalahan keluarga.

Diskriminatif

Komnas HAM mengingatkan Pemerintah dan DPR agar tidak menghasilkan peraturan yang diskriminatif.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, saat ini Indonesia telah menjadi anggota Dewan HAM PBB sehingga kebijakan yang dibuat seharusnya tak bertentangan dengan prinsip HAM.

"Komnas HAM mengingatkan kepada para pembuat kebijakan dan juga publik secara umum bahwa saat ini Indonesia adalah anggota Dewan HAM, sehingga sudah seharusnya rancangan kebijakan yang akan dihasilkan sesuai standar dengan prinsip dan norma hak asasi manusia," kata Beka, Rabu (19/2/2020).

Salah satu poin yang dinilai diskriminatif dalam RUU tersebut adalah ketentuan wajib lapor bagi keluarga atau individu homoseksual dan lesbian.

Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga Atur LGBT Harus Lapor, Pakar: Itu Diskriminatif

Ia menegaskan, setiap orang tidak boleh dibatasi orientasi seksualnya.

"Kalau seseorang diwajibkan melapor karena orientasi seksualnya tentu saja tindakan tersebut dikategorikan sebagai tindakan diskriminatif," ucap Beka.

Urusi ranah privat

Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menilai, RUU Ketahanan Keluarga terlalu mengatur norma etika dan ranah privat warga negara.

Sementara itu, ada banyak persoalan publik yang lebih mendesak untuk diatur dalam peraturan perundang-undangan.

"Ada banyak hal yang mendesak untuk dibuatkan aturan, kemudian masak soal keluarga diatur (dalam UU)? Itu (menyangkut) norma etika yang merupakan kesalahan terbesar jika diatur dalam UU," ujar Feri di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2020).

Feri menuturkan, hal yang perlu diatur oleh negara adalah persoalan yang berkaitan dengan khalayak umum dan kepentingan publik.

Sementara itu, perihal kewajiban anak patuh kepada orangtua, kewajiban sebagai suami dan istri masuk kepada ranah etika yang sudah hidup sebagai norma masyarakat dalam waktu yang lama.

"Tiba-tiba di keluarga ternyata ada perbedaan pandangan, lalu langsung jadi sanksi pidana. Padahal perbedaan itu bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan," ucap Feri.

Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga, Kamar Orangtua, Anak Laki, dan Perempuan Harus Pisah

Dia juga mengingatkan, RUU Ketahanan keluarga bisa melanggar HAM pada titik tertentu.

"Misalnya perempuan harus di rumah. Padahal setiap orang berhak menentukan sendiri, atau ada kesepakatan antara suami dengan istri. Kemudian, bagaimana jika ternyata istri juga bekerja di sektor informal dari rumah, atau suami bekerja di sektor informal di rumah?" ucap Feri.

"Untuk hal-hal seperti itu saya kira negara tidak perlu masuk ke ruang keluarga. Akan jadi aneh kalau negara masuk. Negara bisa masuk dalam ruang yang merugikan publik, kalau di ranah privat masuk juga itu kesalahan fatal dan tentu melanggar HAM," kata dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Masuk sebagai Kandidat Cawapres Ganjar, Mahfud MD: Biasa Saja

Masuk sebagai Kandidat Cawapres Ganjar, Mahfud MD: Biasa Saja

Nasional
Bertemu Jokowi di Istana, Ketum PBNU Sebut Tak Bicarakan Politik

Bertemu Jokowi di Istana, Ketum PBNU Sebut Tak Bicarakan Politik

Nasional
Kontras Kecam Semua Bentuk Penghalangan dalam Sidang Haris-Fatia

Kontras Kecam Semua Bentuk Penghalangan dalam Sidang Haris-Fatia

Nasional
Ganjar Bicara Mimpi Bung Karno Setelah Terima Dukungan Perindo

Ganjar Bicara Mimpi Bung Karno Setelah Terima Dukungan Perindo

Nasional
PBNU Tak Akan Dukung Capres Tertentu, Gus Yahya: Wong NU Bukan Parpol

PBNU Tak Akan Dukung Capres Tertentu, Gus Yahya: Wong NU Bukan Parpol

Nasional
Mahfud Bakal Bertemu Jokowi Siang Ini, Serahkan Kajian soal Masa Jabatan Pimpinan KPK

Mahfud Bakal Bertemu Jokowi Siang Ini, Serahkan Kajian soal Masa Jabatan Pimpinan KPK

Nasional
Ketua MA Lantik Tiga Hakim Agung

Ketua MA Lantik Tiga Hakim Agung

Nasional
Demokrat Berpeluang Merapat ke Koalisi Gerindra jika AHY Tak Dipilih Anies Jadi Cawapres

Demokrat Berpeluang Merapat ke Koalisi Gerindra jika AHY Tak Dipilih Anies Jadi Cawapres

Nasional
Gelar Latihan Pasukan Khusus 3 Matra, Dankoopssus Nyatakan TNI Siap Atasi Terorisme

Gelar Latihan Pasukan Khusus 3 Matra, Dankoopssus Nyatakan TNI Siap Atasi Terorisme

Nasional
Perindo Resmi Dukung Ganjar Pranowo sebagai Bakal Capres 2024

Perindo Resmi Dukung Ganjar Pranowo sebagai Bakal Capres 2024

Nasional
Sosialisasikan Program THK, Dompet Dhuafa Ajak Influencer hingga Rekan Media Jelajah Sentra Ternak Cianjur

Sosialisasikan Program THK, Dompet Dhuafa Ajak Influencer hingga Rekan Media Jelajah Sentra Ternak Cianjur

Nasional
Kontras Kritik JPU dalam Sidang Kasus Haris Azhar dan Fatia

Kontras Kritik JPU dalam Sidang Kasus Haris Azhar dan Fatia

Nasional
KPK Sita Dokumen dari Staf Sekretaris MA

KPK Sita Dokumen dari Staf Sekretaris MA

Nasional
Gelar Skrining Kesehatan Bagi 342 Lansia, Dompet Dhuafa: Kami Tidak Mau Lansia Habiskan Anggaran BPJS

Gelar Skrining Kesehatan Bagi 342 Lansia, Dompet Dhuafa: Kami Tidak Mau Lansia Habiskan Anggaran BPJS

Nasional
Eks Jaksa KPK Dody Silalahi Diduga Bertemu Sekretaris MA Pasca-OTT Suap Hakim Agung

Eks Jaksa KPK Dody Silalahi Diduga Bertemu Sekretaris MA Pasca-OTT Suap Hakim Agung

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com