Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walhi Minta Pemerintah Hati-hati soal Wacana Hapuskan Amdal dan IMB

Kompas.com - 25/11/2019, 14:50 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) meminta pemerintah berhati-hati dalam menggulirkan wacana penghapusan izin mendirikan bangunan (IMB) dan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).

Wakil Departemen Kampanye Walhi Edo Rahman mendesak pemerintah untuk berhati-hati terhadap aturan yang menjadi target omnibus law atau penyederhanaan aturan.

"Karena dengan ketidakhati-hatian atau sembrono, pasti yang akan menerima dampak itu lingkungan dan masyarakat," ujar Edo di kantor Walhi, Senin (25/11/2019).

Baca juga: Soal Rencana Penghapusan IMB dan Amdal, Walhi: Kerusakan Alam Akan Semakin Masif

Edo juga meminta legislatif tidak serta-merta bergerak sendiri dalam menanggapi wacana tersebut. Menurut dia, legislatif harus tetap melibatkan masyarakat dalam menanggapi wacana tersebut.

Edo mengatakan bahwa pemerintah sejauh ini kurang menempatkan masyarakat sebagai bagian dari partisipasi publik.

Pasalnya, hingga saat ini pemerintah belum bisa memaparkan secara gamblang aturan mana saja yang dianggap menjadi penghambat investasi maupun pembangunan.

Ia mengatakan, masyarakat akan mengalami dampak bertumpuk apabila pemerintah tidak berhati-hati.

Pertama, hilangnya ruang partisipasi publik dalam mengkaji wacana penghapusan amdal dan IMB. Kedua, masyarakat akan menjadi korban dari wacana tersebut.

"Jangan terburu-buru, lakukan kajian mendalam. Kalau sudah masuk ke legislatif, legislatif harus menghalau atau lebih kritis, tidak serta-merta mengakomodasi apa yang menjadi kebutuhan eksekutif," kata Edo.

Baca juga: Wakil Menteri ATR/BPN Sebut Penerbitan IMB dan Amdal Kerap Menyimpang

Edo pun mendesak pemerintah agar segera melakukan konsultasi publik sebelum draf omnibus law masuk meja legislatif.

Hal itu dilakukan supaya pemerintah dan legislatif mengetahui keinginan publik.

"Minta tanggapan masyarakat, minta tanggapan sipil, apa pandangan mereka," kata dia.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah akan mempertimbangkan keberlangsungan IMB. Aturan tersebut dianggap menjadi salah satu alasan penghambat investasi.

Rencana terebut berada dalam skema perundangan omnibus law yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja yang merangkum lebih dari 70 undang-undang.

Ditargetkan, draf omnibus law berada di tangan legislatif sebelum 12 Desember 2019.

Baca juga: Walhi Nilai Rencana Penghapusan IMB dan Amdal Konyol

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan izin atau lisensi investasi hanya diperuntukkan bagi yang dianggap membahayakan keamanan, keselamatan, dan lingkungan. Selebihnya, diatur dengan standar.

"Soal IMB, sebenarnya izin mendirikan bangunan tidak perlu izin atau lisensi, dengan model risk based kita perlu menetapkan standarnya," kata Iskandar dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), Jumat (15/11/2019).

Namun, Iskandar menegaskan secara substansi standar baru yang ada akan tetap mengatur kriteria dalam mendirikan bangunan. Sementara pengawasan sampai sanksi perizinan tetap ada.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Nasional
Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com