Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Singgung UU KPK Saat Bacakan Putusan Praperadilan Imam Nahrawi

Kompas.com - 12/11/2019, 12:02 WIB
Ardito Ramadhan,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim tunggal Elfian mengungkit pemberlakuan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK dalam sidang putusan gugatan praperadilan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Selasa (12/11/2019).

Elfian menegaskan, UU KPK belum berlaku ketika penyidik KPK menetapkan Imam sebagai tersangka.

Artinya, penanganan kasus Imam masih didasari pada UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK alias sebelum revisi.

"Setelah mencermati bukti-bukti, yang dilakukan termohon (KPK) dilakukan di bawah 17 Oktober," kata Elfian dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Berarti semasa belum berlakunya UU (KPK) baru. Berarti tindakan tersebut adalah sah," lanjut dia.

Baca juga: Dhamantra dan Imam Nahrawi Sama-sama Yakin Bisa Kalahkan KPK...

Hakim Elfian melanjutkan, penahanan Imam oleh penyidik KPK juga dinilai sah secara hukum meskipun Ketua KPK Agus Rahardjo sempat menggelar konferensi pers dan menyatakan menyerahkan mandat kepada Presiden.

Hakim menilai, pernyataan Agus tersebut tidak menyebabkan kekosongan pimpinan karena berdasarkan undang-undang, pimpinan KPK hanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

"Pimpinan KPK diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Menimbang atas tersebut, pimpinan KPK tidak pernah terjadi kekosongan pimpinan," ujar Elfian.

Oleh sebab itu, hakim tunggal Elfian menyatakan gugatan praperadilan Imam ditolak seluruhnya. Hakim menilai penetapan Imam sebagai tersangka sah dan sesuai dengan aturan hukum.

Baca juga: Praperadilan Imam Nahrawi, Saksi Ahli Sebut Nominal Dugaan Korupsi Bisa Berubah

Diketahui, dilansir dari http//sipp.pn.jaksel.go.id, Imam sebelumnya mengajukan delapan petitum dalam gugatan praperadilannya.

Tiga di antaranya, yakni menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya.

Kemudian, menyatakan surat perintah penyidikan nomor Sprin.Dik/94/DIK.00/01/08/2019, tanggal 28 Agustus 2019, yang menetapkan pemohon sebagai tersangka adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Lalu, memerintahkan termohon untuk mengeluarkan pemohon seketika sebagai tahanan Rutan KPK cabang Pomdam Guntur Jakarta Timur sejak putusan dibacakan.

Baca juga: Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Imam Nahrawi

Penyidik KPK sendiri menetapkan Imam Nahrawi beserta asisten pribadinya, Miftahul Ulum, sebagai tersangka dalam kasus penyaluran dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia melalui Kemenpora tahun anggaran 2018.

Imam diduga telah menerima suap sebanyak Rp 14.700.000.000 melalui Miftahul selama rentang waktu 2014-2018.

Selain itu, dalam rentang waktu 2016-2018 Imam juga diduga meminta uang senilai Rp 11.800.000.000.

Total penerimaan Rp 26,5 miliar tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI

 

Kompas TV Dua mantan kader PKS, Anis Mata dan Fahri Hamzah menjadi motor pendiri partai politik baru bernama Partai Gelombang Rakyat Indonesia, atau Gelora.<br /> <br /> Partai Gelora yang dibentuk pada tanggal 28 Oktober 2019, langsung bergerak setelah mengumpulkan persyaratan untuk pembentukan partai politik ke kemenkumham. Sejumlah kader dari seluruh provinsi hadir dalam konsolidasi di Jakarta, hari Minggu lalu, untuk mengetahui susunan pengurus partai, yang banyak diisi eks-elite Partai Keadilan Sejahtera, PKS. Ada Anis Matta sebagai ketua umumnya, Fahri Hamzah sebagai wakil ketua umum, dan Mahfud Sidik sebagai sekjen. Partai gelora menargetkan dapat ikut berkompetisi dalam pilkada serentak tahun 2020. Tapi sejumlah pekerjaan rumah harus mereka selesaikan jika tak ingin hanya jadi penggembira. Apa saja yang akan mereka lakukan untuk menjadi partai yang dapat bertahan di tengah dinamika politik nasional?<br /> <br /> Simak dialog berikut bersama analis politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, dan bergabung juga melalui sambungan satelit, Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah.<br />
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com