JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (12/11/2019), akan menggelar sidang putusan gugatan praperadilan dua tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dua tersangka tersebut adalah mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi serta mantan anggota DPR I Nyoman Dhamantra.
"Ya (hari ini sidang putusan praperadilan Imam Nahrawi dan Nyoman Dhamantra)," kata Humas PN Jakarta Selatan Achmad Guntur kepada Kompas.com, Selasa pagi.
Baca juga: Dhamantra dan Imam Nahrawi Sama-sama Yakin Bisa Kalahkan KPK...
Baik Imam dan Nyoman sebelumnya mengaku optimistis dapat memenangkan gugatan praperadilan mereka.
Kuasa hukum Imam, Saleh menilai, KPK tidak mempunyai alat bukti yang kuat saat menetapkan Imam sebagai tersangka
"Kemarin ada yang menyatakan 157 bukti dalam jawaban. Begitu pembuktian hanya ada 42 bukti," kata Saleh.
"Di ranah penyelidikan yang katanya ada bukti permulaan, ternyata hanya ada tujuh berita acara permintaan keterangan. Jadi berita acara permintaan keterangan itu, apakah kemudian bisa dianggap dua alat bukti? Tidak," sambung dia.
Baca juga: I Nyoman Dhamantra Serahkan 47 Halaman Kesimpulan Praperadilan
Dhamantra disebut merasa keberatan karena penyidikan, penetapan dan penahanan semua dilakukan pada hari yang sama, yakni Kamis (8/8/2019).
"Sesuai dengan putusan MK, seseorang menjadi tersangka harus terlebih dahulu dilakukan proses pemerikaaan sebagai calon tersangka," kata Fahmi.
"Bukan tiba-tiba bersamaan dengan terbitnya sprindik yang sudah dicantumkan nama pemohon I Nyoman Dhamantra sebagai tersangka," sambungnya.
Adapun, pihak KPK berkeyakinan bahwa seluruh proses hukum terhadap Imam maupun Dhamantra sudah sesuai undang-undang. KPK pun meminta hakim menggugurkan gugatan praperadilan keduanya.
Baca juga: Praperadilan, Kuasa Hukum Imam Nahrawi Permasalahkan Istilah Representasi
Imam diduga menerima suap melalui staf pribadinya Miftahul Ulum sebesar Rp 14,7 miliar selama rentang waktu 2014-2018 terkair penyaluran dana hibah melalui Kemenpora kepada KONI pada tahun anggaran 2018.
Selain itu, dalam rentang waktu 2016-2018, Imam juga diduga meminta uang senilai Rp 11,8 miliar.
Total penerimaan Rp 26,5 miliar tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI.