Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Pilkada Kembali ke DPRD, Perludem: Jangan Rampas Hak Partisipasi Warga

Kompas.com - 09/11/2019, 15:03 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Jessi Carina

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai wacana pengembalian pilkada langsung ke DPRD merupakan upaya pemberangusan hak konsititusi warga negara.

Wacana ini dinilai melemahkan partisipasi warga yang sudah mulai menguat.

"Jangan rampas (hak) partisipasi politik warga negara yang dalam praktiknya mulai menguat dan menunjukkan kontribusi bagi konsolidasi demokrasi di Indonesia," tegas Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (9/11/2019).

Menurut dia, ini bukan solusi atas permasalahan pilkada langsung. Jika serius ingin evaluasi, pemerintah dan elite politik harus fokus pada pokok masalah yaitu tingginya biaya politik dan praktik mahar.

Ia mengatakan, keseriusan pemerintah dan elite politik seharusnya tertuju pada penguatan demokrasi di Indonesia.

Baca juga: Evaluasi Pilkada Langsung, Perludem Minta Fokus Masalah Mahar Politik

Misal dengan penguatan aturan batasan belanja kampanye yang realistis dan memadai pada UU Pilkada.

"Harusnya, agar pasangan calon tidak mengeluarkan uang tanpa batas, mesti ada batasan belanja kampanye yang secara rasional memang membatasi, bukan sekadar basa-basi," katanya.

Ia menambahkan, aturan itu harus sejalan dengan langkah penegakan hukum dari pengawas pemilu.

Terutama kejujuran laporan dana kampanye dengan realitas aktifitas kampanye di lapangan.

"Dengan begitu, laporan dana kampanye yang tidak komprehensif dan tidak mencerminkan kegiatan kampanye yang sebenarnya dapat ditindak tegas," tegasnya.

Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian mempertanyakan apakah pilkada langsung masih relevan saat ini.

Baca juga: Perludem: Langkah Mundur Demokrasi jika Pilkada Kembali ke DPRD

Hal itu dikatakan Tito saat ditanya persiapan pilkada oleh wartawan, usai rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (6/11/2019).

"Tapi kalau dari saya sendiri justru pertanyaan saya adalah apakah sistem poltik pemilu pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun," kata Tito seperti dikutip dari Tribunnews.

Sebagai mantan kapolri, ia tidak heran apabila banyak kepala daerah yang terjerat kasus tindak pidana korupsi.

Hal itu karena besarnya ongkos politik yang dikeluarkan pasangan calon dalam sistem pilkada langsung.

"Banyak manfaatnya yakni partisipasi demokrasi, tapi kita lihat mudaratnya juga ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau enggak punya Rp 30 miliar mau jadi bupati, mana berani dia," kata dia.

Tito berpandangan bahwa mudarat pilkada langsung tidak bisa dikesampingkan. Oleh karena itu, ia menganjurkan adanya riset atau kajian dampak atau manfaat dari pilkada langsung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com