Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Perempuan Melawan Relasi Kuasa dan Patriarki Melalui Legislasi

Kompas.com - 31/07/2019, 08:32 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan 2019 yang dirilis Komnas Perempuan menunjukkan adanya peningkatan pengaduan kasus kekerasan.

Pada tahun 2018 Komnas Perempuan mencatat peningkatan pengaduan sebesar 14 persen dari tahun sebelumnya.

Peningkatan ini memang mengindikasikan semakin membaiknya kesadaran masyarakat untuk mengungkap kasus kekerasan seksual.

Baca juga: Ini 9 Jenis Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang Diatur dalam RUU PKS

Kendati demikian, dibutuhkan pula legislasi yang mampu mencegah angka kasus kekerasan seksual terhadap perempuan semakin tinggi.

Salah satunya, dengan cara mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang tengah dibahas di DPR.

Ketua Sub Komisi Pendidikan Komnas Perempuan Masruchah menilai, RUU PKS dapat menjadi langkah awal dalam meruntuhkan relasi kuasa dan budaya patriarki.

Baca juga: Fraksi yang Menolak Pengesahan RUU PKS Dinilai Tidak Konsisten

Dua hal tersebut dinilai menjadi penyebab kekerasan seksual terhadap perempuan.

"Saya pikir ini proses dalam upaya pendidikan. Maka ketika ada UU ini, bisa jadi pijakan dan referensi (menghapus relasi kuasa dan budaya patriarki). Orang tidak semena-mena melakukan kekerasan seksual," ujar Masruchah saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/7/2019).

Kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan dalam pacaran dan inses (perkosaan oleh orang yang memiliki hubungan darah) masih merupakan kasus yang dominan dilaporkan.

Baca juga: Anggota Komisi VIII Pastikan RUU PKS Tak Legalkan Seks Bebas

Kasus marital rape atau perkosaan dalam perkawinan juga mengalami peningkatan pada tahun 2018.

Menurut, Masruchah, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan terjadi karena ketimpangan relasi kuasa. Misalnya antara dosen dengan mahasiswa atau orangtua dengan anak.

Begitu juga dengan budaya patriarki yang menganggap laki-laki memiliki kedudukan atau derajat yang lebih tinggi terhadap perempuan.

Baca juga: Diah Pitaloka Yakin Kasus Nuril Tidak Terjadi Jika RUU PKS Disahkan

Jika mengacu pada draf RUU PKS, kata Masruchah, ada ketentuan pasal yang dapat digunakan untuk meruntuhkan kedua faktor itu.

"Misalnya kasus aborsi, kalau di dalam RUU KUHP bicara untuk pelaku yang melakukan aborsi, tapi kalau di RUU PKS bicara yang menyuruh aborsi. Karena sebenarnya ini terkait dengan relasi kuasa," kata Masruchah.

Cakupan yang Lebih Luas

Persoalan lain dalam menghapus kekerasan seksual adalah soal jenis tindak pidana yang masih didefinisikan secara sempit.

Masruchah mengatakan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun RUU KUHP, tidak mengatur definisi tindak pidana kekerasan seksual secara luas.

Baca juga: LBH APIK Nilai Draf RUU PKS Sudah Sesuai Harapan

Kasus pemerkosaan dan pembunuhan seorang siswi SMP di Bengkulu berinisial YN (14) menimbulkan reaksi keras dari banyak elemen masyarakat.   Sebanyak 118 organisasi masyarakat sipil melakukan jumpa pers di YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa (3/5/2016), mendesak Pemerintah Joko Widodo untuk segera bertindak dalam merespon kasus kekerasan tersebut karena dinilai sebagai sebuah kondisi darurat nasional,Kristian Erdianto Kasus pemerkosaan dan pembunuhan seorang siswi SMP di Bengkulu berinisial YN (14) menimbulkan reaksi keras dari banyak elemen masyarakat. Sebanyak 118 organisasi masyarakat sipil melakukan jumpa pers di YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa (3/5/2016), mendesak Pemerintah Joko Widodo untuk segera bertindak dalam merespon kasus kekerasan tersebut karena dinilai sebagai sebuah kondisi darurat nasional,
Dalam KUHP yang saat ini masih berlaku, tindak pidana kekerasan seksual hanya mengenal istilah perbuatan cabul.

Halaman:



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com