Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Robert Na Endi Jaweng
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)

Ke Mana Peran Partisipasi dalam Legislasi?

Kompas.com - 20/06/2019, 19:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pemerintah Kota Bogor, misalnya, telah menegaskan komitmennya untuk mengurangi dampak negatif dari produk rokok. Komitmen tersebut diterjemahkan melalui pembentukan peraturan daerah maupun peraturan wali kota.

Terkait penegakan ketentuan, Pemkot Bogor juga rutin menggelar inspeksi mendadak (sidak) dan sidang tindak pidana ringan (tipiring) di lokasi.

Hanya saja, dalam praktiknya, cenderung terjadi pengabaian partisipasi pemangku kepentingan dalam proses legislasi terkait Perda Kota Bogor No. 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Perwal No. 3 Tahun 2014 tentang Larangan Penyelenggaraan Reklame Produk Rokok di Kota Bogor.

Salah satu imbasnya, Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mempersoalkan proses perancangan atau pembentukan kedua regulasi yang dinilai tidak melibatkan para pemohon sebagai pihak-pihak terdampak. Bahkan mereka tidak memiliki kesempatan untuk memberikan masukan, baik secara lisan dan/atau tertulis.

Dengan merujuk pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 32 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Sengketa Peraturan Perundang-undangan melalui Jalur Nonlitigasi, mereka memohonkan pencabutan kedua peraturan yang secara substansial maupun prosedural dinilai tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang menerima, memeriksa, dan memutus sengketa peraturan perundang-undangan melalui jalur nonlitigasi menyatakan bahwa telah tersedia kesempatan untuk menggugat sebuah kebijakan.

Di luar itu, ketentuan pengujian peraturan perundang-undangan memungkinkan adanya permohonan pengujian. Hal ini bisa ditempuh sepanjang pemohon menilai bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

Namun dalam praktik, cenderung lebih susah untuk mendalilkan hal-hal yang dianggap tidak sesuai dengan ketentuan formal dan/atau prosedural, yakni bahwa sebuah peraturan perundang-undangan telah dibuat sesuai dengan atau menurut cara yang diatur dalam undang-undang atau konstitusi.

Peraturan daerah memang diakui sebagai hukum positif sebagai penjabaran ketentuan yang lebih tinggi. Hanya saja, dengan realitas peraturan daerah yang bisa bertentangan atau tumpang-tindih dengan ketentuan yang lebih tinggi, pemerintah pusat harus menjalankan perannya dalam hal pembinaan dan pengawasan hukum nasional.

Dalam kondisi tersebut, ironis jika pemerintah pusat tidak menjalankan fungsinya secara efektif untuk mengkaji peraturan-peraturan daerah agar tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional.

Realitas lainnya yang menjadi tantangan besar jika menyoal proses legislasi, absennya partisipasi kerap menjadi delik yang relatif mudah dipatahkan saat permohonan pengujian.

Jamaknya, dengan gampang para pembuat kebijakan menyodorkan bukti daftar hadir rapat dengar pendapat umum, misalnya, walaupun peserta yang diundang tidak bisa sepenuhnya merepresentasikan pemangku kepentingan.

Belum lagi dalam kasus pengujian peraturan di bawah undang-undang yang dilakukan di Mahkamah Agung, ketiadaan persidangan secara terbuka bakal kian menyulitkan pemohon karena tidak ada kesempatan untuk memperkokoh argumentasi dengan menghadirkan saksi-saksi.

Kondisi tersebut tentunya jauh dari gambaran ideal pembentukan kebijakan yang deliberatif, memberikan ruang yang memadai untuk partisipasi publik. Harus diingat bahwa setiap produk peraturan perundang-undangan akan menjadi hukum yang mengikat.

Karenanya, mengutip pendapat filsuf tersohor Socrates, hukum semestinya bukan aturan yang dibuat untuk melanggengkan nafsu orang kuat (kontra filsuf Ionia), bukan pula aturan untuk memenuhi naluri hedonism diri (kontra kaum sofis).

Akan tetapi, hukum harus mampu menjembatani kepentingan upper structure and low structure dan juga harus dibuat untuk mengabdi pada kebahagiaan (eudaimonia) sebagai tujuan kehidupan manusia.

Akhirnya, absennya partisipasi akan terus menjadi musibah dalam proses legislasi. Para pemangku kepentingan dan publik secara keseluruhan hanya akan menempati urutan-kesekian dalam pembentukan kebijakan.

Lantas, akankan kita rela terus membiarkan proses semacam itu terus berulang dalam legislasi kita?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com