Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta Menarik Sidang Sengketa Pilpres di MK dari Rabu Malam hingga Kamis Subuh

Kompas.com - 20/06/2019, 13:48 WIB
Mela Arnani,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com — Sidang ketiga sengketa hasil Pilpres 2019 yang dilayangkan pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Mahkamah Konstitusi (MK) berlangsung dari Rabu (19/6/2019) hingga Kamis (20/6/2019) dini hari.

Sejumlah saksi dan alat bukti dihadirkan pihak Prabowo-Sandiaga untuk memperkuat gugatan yang ada. Pernyataan-pernyataan dan bukti yang saksi sampaikan dalam persidangan ini menarik untuk diulas.

Lalu, hal menarik apa saja yang terjadi? Berikut di antaranya:

1. Penolakan Haris Azhar

Keterangan AKP Sulman Aziz yang disampaikan kepada aktivis hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar masuk dalam dalil permohonan tim hukum pasangan Prabowo-Sandiaga atas tuduhan terjadinya pelanggaran netralitas Polri pada penyelenggaraan Pemilu 2019.

Haris tidak mau menjadi saksi yang diajukan tim hukum Prabowo-Sandiaga dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019.

Haris menyampaikan surat kepada Majelis Hakim MK tertanggal 19 Juni 2019.

Meskipun menolak menjadi saksi, Haris mengaku pernah memberikan bantuan hukum kepada AKP Sulman Aziz terkait dugaan perintah Kapolres Garut melakukan penggalangan dukungan bagi pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Dikabarkan, AKP Sulman Aziz memberikan data pemetaan wilayah dan nama anggota polisi yang diarahkan dalam aksi penggalangan dukungan bagi calon petahana.

Akan tetapi, hal tersebut dilakukan Haris berdasarkan profesinya sebagai advokat.

Menurut Haris, apa yang dilakukannya berdasarkan pada hasil kerja advokasi, kecocokan fakta atas dugaan yang terjadi, serta nilai profesionalitas dan netralitas Polri.

Haris menegaskan, dia tetap menjadi bagian dari masyarakat sipil yang menuntut akuntabilitas pemerintah dalam penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM di masa lalu.

Baca juga: Alasan Haris Azhar Tolak Jadi Saksi Tim Hukum 02 di Sidang MK

2. Soal opini publik

Sidang pada Rabu (19/6/2019) memang berjalan hingga pukul 05.00 WIB. Persidangan yang melewati tengah malam ini membuat Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman meminta tak ada opini negatif dan menjadi informasi tak benar.

"Jangan sampai dijadikan opini publik, sidang MK dipaksakan sampai tengah malam, saat sunyi senyap, ketika masyarakat sedang tidur," kata Arief.

Seperti diketahui, rekapitulasi hasil pemungutan suara, baik di tempat pemungutan suara, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, maupun ketika rekapitulasi nasional, dilakukan hingga tengah malam.

Baca juga: Ketua KPU: Jangan Ada Opini Publik Sidang MK Dipaksakan Saat Sunyi Senyap

3. Dana desa

Saksi tim hukum pasangan Prabowo-Sandiaga, Fakhrida Arianty, mengaku mendapatkan arahan guna mengampanyekan dana desa yang diklaim menjadi salah satu keberhasilan pemerintahan Jokowi.

Fakhrida berprofesi sebagai tenaga ahli pemberdayaan masyarakat di Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.

Fakhrida menyampaikan, arahan kampanye berasal dari grup WhatsApp yang beranggotakan tenaga ahli pemberdayaan masyarakat desa P3MD Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.

Meskipun begitu, menurut dia, tak ada ajakan untuk memilih pasangan calon tertentu.

Baca juga: Bersaksi di MK, Pendamping Dana Desa Sebut Ada Arahan Puji 01 di Twitter

4. Kacamata hitam

Tampilan para saksi yang dihadirkan pada sidang sengketa Pilpres 2019 mendapatkan perhatian dari para hakim.

Salah satunya, hakim Konstitusi Saldi Isra yang menyinggung saksi, yaitu Ketua Sekretariat Bersama Calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Sandiaga Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, Rahmadsyah Sitompul karena selama persidangan menggunakan kacamata hitam.

Baca juga: JEO-Hal-hal yang Perlu Kita Tahu soal Sengketa Hasil Pemilu 2019

"Saksi Rahmadsyah, saya puji dulu, malam-malam begini masih pakai kacamata hitam," kata Saldi.

Sidang terus berlanjut dan saksi tak kunjung melepas kacamata hitamnya, membuat salah satu hakim menegur untuk melepas kacamata yang dikenakannya.

Baca juga: Saksi di MK Sebut Oknum Polisi Tak Netral karena Bilang Jokowi Orang Baik

5. Amplop

KPU menemukan kejanggalan pada bukti amplop yang ditunjukkan saksi tim Prabowo-Sandiaga, Beti Kristiana.

Beti menunjukkan sejumlah amplop surat suara yang digunakan pada Pemilu 2019 di mana amplop dianggap pembungkus formulir C1.

Menurut Beti, amplop ditemukan dalam jumlah banyak di sampah salah satu kecamatan di Boyolali, Jawa Tengah.

Beti melakukan pengumpulan amplop karena dianggap sebagai dokumen penting dan membawanya ke Sekretariat Nasional Prabowo-Sandi di Boyolali.

Baca juga: Pokok Perkara dan Jawaban Tergugat Sidang MK Sengketa Pilpres 2019

Setelah amplop dibawa ke meja hakim, kemudian dipanggil masing-masing perwakilan pemohon dan termohon terkait untuk maju ke melihat amplop tersebut.

Kemudian, hakim meminta KPU sebagai pihak termohon membawa bukti pembanding dalam persidangan berikutnya.

Setelah diperiksa, komisioner KPU, Ali Nurdin, menemukan keanehan pada amplop di mana terdapat kesamaan bentuk tulisan di bagian luar amplop. Padahal, amplop yang ditemukan berasal dari TPS yang berbeda.

"Yang mulia, kami minta izin kalau boleh untuk foto amplop yang lain. Sebab, kami temukan tulisan tangan di amplop sama dan identik," kata Ali Nurdin.

Baca juga: KPU Temukan Keanehan pada Bukti Amplop yang Dibawa Saksi di MK

6. Materi pelatihan

Saksi dari caleg Partai Bulan Bintang (PBB), Hairul Anas Suadi, mengaku pernah ikut serta dalam training for trainer atau pelatihan yang diadakan Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf.

Pelatihan tersebut diberikan kepada saksi dan calon pelatih saksi dalam pemungutan suara.

Anas mengaku salah satu pemateri dalam pelatihan adalah Wakil Ketua TKN Moeldoko.

Dalam materi yang disebutkan Moeldoko, lanjut Anas, terdapat istilah kecurangan bagian dari demokrasi.

Saat ditanya hakim terkait istilah itu merupakan ajaran berlaku curang, saksi mengaku tak diajari untuk berperilaku curang ketika pelatihan tersebut.

Menurut Anas, seolah-olah istilah itu menegaskan bahwa kecurangan merupakan sesuatu yang wajar dalam demokrasi.

Baca juga: Jadi Saksi di MK, Caleg PBB Mengaku Ikut Pelatihan TKN soal Kecurangan Bagian dari Demokrasi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com