Atas kejadian itu, Ketua Bawaslu Abhan menyebut Bawaslu Boyolali sudah merespons. Bawaslu Boyolali telah merekomendasikan untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU).
"Dan rekomendasi PSU sudah dilaksanakan KPU Boyolali," ujar Abhan.
Selain itu, anggota KPPS yang melakukan pelanggaran juga direkomendasikan untuk tidak dipilih lagi pada pemilu ke depan.
2. Beti Kristiana
Saksi lain, Beti Kristiana, mengaku melihat tumpukan amplop resmi yang digunakan untuk menyimpan formulir C1. Amplop bertanda tangan itu dalam kondisi terbuka dan kosong.
Selain itu, ia juga menemukan tumpukan lembaran segel suara berhologram yang telah digunting.
"Lembaran itu menggunung, setelah dikumpulkan menjadi empat karung lebih," ujar Beti.
Baca juga: Saksi Prabowo-Sandiaga Mengaku Lihat Tumpukan Sampah Berupa Amplop Formulir C1
Menurut Beti, tumpukan itu ia lihat di halaman kantor Kecamatan Juwangi, Kabupaten Boyolali, pada 18 April 2019 pukul 19.30 WIB atau sehari setelah pencoblosan.
Di sisi lain, Beti menemukan sebuah ruangan yang agak tersembunyi di kantor kecamatan. Di dalam ruangan tersebut terdapat tiga anggota KPPS, dua laki-laki dan satu perempuan.
Menurut pengakuan Beti, ketiganya tengah memasukkan formulir C1 ke amplop baru yang tak bertanda tangan atau tak resmi.
Baca juga: KPU Temukan Keanehan pada Bukti Amplop yang Dibawa Saksi di MK
Sementara itu, komisioner KPU menemukan keanehan pada bukti amplop yang ditunjukkan saksi Beti. KPU melihat ada kesamaan bentuk tulisan di bagian luar amplop.
Padahal, amplop yang disebut ditemukan di kecamatan itu berasal dari tempat pemungutan suara (TPS) yang berbeda-beda.
3. Fakhrida Arianty
Saksi lain, Fakhrida Arianty, mengaku mendapat arahan melalui grup aplikasi WhatsApp yang diduga terkait pelanggaran netralitas perangkat desa.
Grup aplikasi tersebut beranggotakan tenaga ahli pemberdayaan masyarakat desa Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.