Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Diharap Bijaksana Tangani PK Narapidana Kasus Korupsi

Kompas.com - 13/03/2019, 17:15 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar berharap Mahkamah Agung (MA) bijaksana dalam menangani Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan para narapidana kasus korupsi.

Menurut Fickar, para pemohon sering mencari peruntungan dengan memanfaatkan bukti-bukti yang sudah diajukan di pengadilan, sebagai novum atau keadaan baru saat mengajukan PK.

Hal itu disampaikan Fickar dalam diskusi yang diadakan di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Rabu (13/3/2019).

Baca juga: KPK Dukung KPU Coret Caleg Mantan Narapidana Korupsi

"Menjadi tidak masuk akal kalau nanti ada PK masih memakai bukti-bukti yang pernah diajukan di pengadilan. Novum di sini bukan bukti baru loh, tapi keadaan baru, karena itu dia tidak mengakomodir bukti-bukti yang pernah dikeluarkan para pihak, itu tidak dianggap baru lagi," kata Fickar.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar HadjarKOMPAS.com/JESSI CARINA Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar
Selain keadaan baru, kata Fickar, PK juga bisa diajukan apabila dalam putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, tetapi dasar keadaan dan alasan yang dinyatakan terbukti itu ternyata bertentangan satu sama lain.

Kemudian, putusan memperlihatkan kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata.

"Yang dimanfaatkan pemohon PK adalah dua, kekeliruan atau keadaan baru. Mestinya PK itu betul-betul selektif. Mahkamah Agung harus ketat menyeleksi itu. Misalnya, bener enggak ada keadaan baru? Kalau enggak ada keadaan baru saya kira, ya, harus ditolak," ujar dia.

Hal senada juga disampaikan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. Sepanjang 2018, ada 26 narapidana kasus korupsi yang mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

"Mereka mengemukakan kembali bukti yang sebenarnya sudah diungkap baik di persidangan tingkat pertama, tingkat kedua atau pun kasasi. Nah itu kita sudah mafhum bahwa itu bukan dikategorikan novum baru sebenarnya," ujar Kurnia.

Hampir sebagian besar yang mengajukan PK secara kebetulan waktunya terjadi setelah pensiunnya Artidjo Alkostar sebagai hakim agung pada Mei 2018.

"ICW mencatat sejak 2009 sampai ia pensiun, ada 10 narapidana korupsi yang ditolak permohonan PK-nya. Atas dasar itu, maka menjadi mudah membangun teori kausalitas atas tindakan narapidana yang mengajukan PK saat ini," kata dia.

Kurnia memandang, banyaknya pengajuan PK juga dikarenakan sosok pengganti Artidjo, yaitu Suhadi. Menurut dia, Suhadi memiliki rekam jejak yang tidak terlalu baik.

"Pak Suhadi yang menjadi Ketua Kamar Pidana MA saat ini yang kita tahu punya rekam jejak yang tidak terlalu baik ketika menyidangkan perkara korupsi. Kita masih ingat dia membebaskan terpidana kasus korupsi BLBI Sudjiono Timan," kata dia.

Baca juga: Sepanjang 2018, ICW Catat 26 Narapidana Kasus Korupsi Ajukan PK

Padahal, lanjut Kurnia, saat mengajukan PK, Sudjiono berstatus buron. Saat itu, PK diajukan oleh istrinya sendiri.

"Dan akhirnya memutus bebas, padahal sudah ada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2012 yang melarang terpidana kasus korupsi mengajukan PK untuk diwakilkan," ujar dia.

Oleh karena itu, Kurnia berharap MA bersikap objektif dan imparsial dalam menangani PK narapidana kasus korupsi. Hal itu dinilai penting demi menjaga kepercayaan publik.

"Komisi Yudisial juga tahun lalu sudah mengingatkan Mahkamah Agung agar bisa memutuskan sidang itu secara objektif, imparsial dan tanpa ada tekanan dari siapapun," pungkasnya.

Kompas TV Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan aksi diam selama tujuh ratus menit di teras gedung merah putih KPK, Selasa (12/3). Aksi ini dilakukan untuk memeringati tujuh ratus hari pasca-penyidik KPK Novel Baswedan yang disiram air keras oleh pelaku yang hingga kini belum tertangkap. Mereka juga memegang light stick dan poster yang bertuliskan dukungan pada penyidik senior KPK itu. Wadah pegawai KPK bersama dengan Koalisi Masyarakat Sipil meminta presiden membentuk tim gabungan pencari fakta yang independen, karena tim bentukan kepolisian dinilai tidak mampu membongkar otak pelaku penyiraman air keras. #TerorNovelBaswedan #700HariTerorNovel #NovelBaswedan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com