JAKARTA, KOMPAS.com - Hukuman mati dinilai sama sekali tidak bisa mengurangi bahkan menghentikan kekerasan. Alih-alih ingin menunjukkan hukum yang tegas, hukuman mati malah bertentangan dengan hak hidup manusia.
Budayawan Franz Magnis Suseno mengatakan, tidak ada data maupun riset sama sekali yang menyatakan hukuman mati mampu mengurangi kejahatan.
"Tidak ada sama sekali, tidak ada efek dan hubungannya," ujar Romo Magnis dalam konferensi hukuman mati dan hak untuk hidup yang digagas lembaga swadaya masyarakat (LSM) Imparsial di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (28/2/2019).
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah, Hukuman Mati Pertama Menggunakan Gas di AS
Selain Franz Magnis Suseno, dalam konferensi itu hadir pula Sekretaris Dewan Pertimbangan Peradi Irianto Subiakto, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, Wakil Ketua Komnas Perempuan Yuniyanyi Chuzaifah, dan Peneliti Imparsial Evitarossi.
Romo Magnis melanjutkan, hukuman mati yang masih berlaku di Indonesia sejatinya tidak dapat dibenarkan.
Menurutnya, penerapan hukuman mati masih dilakukan karena adanya perspektif sebuah kejahatan harus dibalas.
"Kita masih punya perspektif pembalasan. Kebaikan harus dibalas, kejahatan harus dibalas. Hukuman tidak ada kaitannya dengan pembalasan, pembalasan itu adalah hak Tuhan," ungkapnya.
Irianto menambahkan, secara normatif, hukuman mati memang tidak bisa dibenarkan di Indonesia. Pasalnya, jika ditelisik dari sila kedua Pancasila, yakni kemanusiaan yang adil dan beradab dan undang-undang HAM, dalil hukuman mati tidak dibenarkan.
"Secara normatif kita punya dalil untuk tidak membenarkan adanya hukuman mati. Hukuman mati dijadikan alasan etis agar tidak terkesan asal bunuh saja," papar Irianto.
Baca juga: KBRI Beri Bantuan Hukum kepada TKI Asal Siantar yang Terancam Hukuman Mati di Malaysia
Berdasarkan data dari Imparsial dari tahun 2014 hingga Oktober 2018, setidaknya ada 175 vonis baru pidana mati, sebagian besar merupakan kasus narkotika. Adapun 18 terpidana mati telah dieksekusi.
Sedangkan sepanjang 1998-2019, Indonesia telah mengeksekusi 45 orang terpidana mati, 25 terpidana kasus narkotika, 17 orang kasus pembunuhan berencana, dan 3 orang kasus terorisme.