JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) Septiaji Nugroho mengimbau agar seluruh elite politik tak abai menekan penyebaran hoaks dan ujaran kebencian di tingkat akar rumput.
Septiaji melihat ada kesan saling mengabaikan ketika hoaks atau ujaran kebencian ditujukan ke lawan politik. Sehingga elite hanya fokus melawan serangan terhadap calon yang diusungnya saja.
Hal itu dia ungkapkan terkait beredarnya video yang memuat dua perempuan tengah berbicara kepada salah seorang penghuni rumah dalam bahasa Sunda. Diduga hal itu untuk memengaruhi warga agar tidak memilih Joko Widodo pada Pilpres mendatang.
"Yang kita sayangkan mereka (elite politik) kenapa mendiamkan isu-isu yang beredar dan mereka tahu itu tidak benar, hanya karena kebetulan (ditujukan ke) lawan politiknya, begitu," kata Septiaji kepada Kompas.com, Senin (25/2/2019) siang.
Ia mengingatkan, hoaks dan ujaran kebencian harus dihadapi bersama-sama, tanpa memandang kepada siapa hoaks dan ujaran kebencian itu dituju. Sebab, kata dia, masyarakat seringkali gemar menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian karena didiamkan oleh elite politik.
Masyarakat, kata dia, terkadang merasa apa yang disebarkannya merupakan hal benar.
"Mereka (masyarakat) itu sebenarnya juga menjadi korban karena perilaku katakanlah elite politik kita yang cenderung abai dengan penyebaran hoaks yang merugikan lawan politiknya," ujarnya.
Septiaji menuturkan, seluruh pihak punya tanggung jawab bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada standar nilai, norma, dan etika yang harus dipegang.
"Jadi istilahnya kita punya kewajiban untuk menghentikan informasi bohong dari mana pun, entah itu kawan kita atau lawan kita dan tidak peduli (memandang) siapapun yang sudah diserang. Karena kebohongan itu adalah musuh dari kebudayaan kita," kata dia.
Menurut dia, siklus saling menyebar hoaks dan ujaran kebencian tak akan pernah berhenti, apabila tak didukung kemauan para elite politik untuk menekannya.
"Ketika ada toleransi terhadap informasi bohong, bisa menimbulkan gesekan di akar rumput," ujarnya.
Sebelumnya, polisi mengamankan pemilik akun Twitter @citrawida5 yang mengunggah video dugaan kampanye hitam terhadap Jokowi-Ma'ruf di Perumnas Tekukjambe, Karawang, Minggu (24/2/2019) malam.
Video itu sempat menghebohka warganet karena dianggap sebagai video sosialisasi yang mengarah kampanye hitam terhadap pasangan capres dan cawapres nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Dalam video tersebut tampak dua perempuan yang tengah berbicara kepada salah seorang penghuni rumah dalam bahasa Sunda. Diduga hal itu untuk memengaruhi warga agar tidak memilih Jokowi pada Pilpres mendatang.
"Moal aya deui sora azan, moal aya deui nu make tiyung. Awewe jeung awewe meunang kawin, lalaki jeung lalaki meunang kawin (Tidak ada lagi suara azan, tidak ada lagi yang make kerudung. Perempuan sama perempuan boleh menikah, laki-laki sama laki-laki boleh menikah," kata wanita dalam video tersebut.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.