Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menagih Utang Polri Ungkap Kasus Kekerasan terhadap Jajaran KPK

Kompas.com - 08/02/2019, 09:25 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Christoforus Ristianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jajaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah beberapa kali mendapatkan teror dan kekerasan dari pihak-pihak tertentu. Pimpinan, penyidik, hingga penyelidik menjadi target serangan dari pihak yang merasa terganggu dalam kerja pemberantasan korupsi.

Mereka pun menyerahkan penanganan kasus teror dan kekerasan ini ke Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Jajaran KPK pun selalu berharap agar Polri bisa mengungkap secara jelas dan terang para aktor yang terlibat dalam berbagai rangkaian serangan ke KPK.

Namun, ada sejumlah kasus yang masih belum menemui titik terang hingga saat ini dan ada pula yang baru diproses. Berikut ini adalah tiga kasus serangan terhadap jajaran KPK yang diketahui terjadi dalam kurun waktu 2017-2019.

Serangan air keras ke Novel Baswedan

Tanggal 11 April 2017, seusai melaksanakan shalat subuh di masjid tak jauh dari rumahnya, penyidik senior KPK Novel Baswedan tiba-tiba disiram air keras oleh dua pria tak dikenal yang mengendarai sepeda motor.

Cairan itu mengenai wajah Novel. Kejadian itu berlangsung begitu cepat sehingga Novel tak sempat mengelak. Tak seorang pun yang menyaksikan peristiwa tersebut.

Sejak saat itu, Novel menjalani serangkaian pengobatan untuk penyembuhan matanya.

Penyidik KPK Novel Baswedan menjawab pertanyaan wartawan saat peluncuran Jam Waktu Novel di gedung KPK, Selasa (11/12/2018). Menyambut Hari HAM Internasional, Wadah Pegawai KPK meluncurkan Jam Waktu Novel sebagai pengingat bagi penegak hukum untuk membongkar kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK itu. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/ama.Hafidz Mubarak A Penyidik KPK Novel Baswedan menjawab pertanyaan wartawan saat peluncuran Jam Waktu Novel di gedung KPK, Selasa (11/12/2018). Menyambut Hari HAM Internasional, Wadah Pegawai KPK meluncurkan Jam Waktu Novel sebagai pengingat bagi penegak hukum untuk membongkar kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK itu. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/ama.
Hampir dua tahun, Novel terus menanti penuntasan kasusnya. Sebab, hingga saat ini, polisi belum bisa mengungkap siapa dalang penyerangan tersebut.

Dalam perkembangannya, Polri membentuk tim gabungan penanganan kasus Novel. Tim ini terdiri dari pihak kepolisian, KPK dan pakar.

Baca juga: Novel Baswedan Pesimistis terhadap Tim Gabungan, Ini Alasannya

Novel sendiri tak berharap terlalu besar terhadap tim gabungan yang dibentuk Polri untuk mengusut kasusnya.

"Oke lah ini baru dibentuk, kita akan menilai apakah tim ini bekerja dengan benar atau tidak. Indikatornya adalah bisa enggak ini diungkap dengan benar," kata Novel seusai menghadiri acara Mari Bergerak #SAVEKPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (15/1/2019).

Novel beralasan, upaya kepolisian sebelumnya dalam mengusut kasusnya juga belum maksimal. Jika tim gabungan ini hanya sekadar formalitas, akan menimbulkan kesan pemerintah tak peka dalam melindungi KPK dan seluruh jajarannya.

Baca juga: Novel Baswedan Pesimistis terhadap Tim Gabungan, Ini Kata Polri

Novel menegaskan, persoalan teror terhadap pegawai dan pimpinan KPK bukan merupakan hal remeh.

"Serangan yang diterima orang-orang itu, orang-orang yang berjuang memberantas korupsi, haruslah dilihat sebagai kejahatan berat dan kejahatan serius," kata Novel.

Ia juga ingin tim gabungan bisa membongkar semua peristiwa teror yang dialami jajaran KPK.

Teror rumah dua pimpinan

Dua rumah pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Laode M Syarif mendapatkan teror bom pada hari yang sama, Rabu (9/1/2019).

Rumah Agus yang berada di salah satu perumahan di kawasan Jatiasih, Bekasi mendapat teror berupa benda mirip bom paralon yang disangkutkan ke pagar rumah pada pukul 05.30 WIB.

Baca juga: Menanti Kepolisian Mengungkap Pelaku Teror Bom di Rumah 2 Pimpinan KPK

Warga melintas di depan rumah Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif di Kalibata Selatan, Jakarta, Rabu (9/1/2019). Rumah pimpinan KPK tersebut dilempari botol berisikan spiritus dan sumbu api (molotov) di halaman rumah pada Rabu (9/1) pagi. ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww. *** Local Caption ***  Antara/RENO ESNIR Warga melintas di depan rumah Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif di Kalibata Selatan, Jakarta, Rabu (9/1/2019). Rumah pimpinan KPK tersebut dilempari botol berisikan spiritus dan sumbu api (molotov) di halaman rumah pada Rabu (9/1) pagi. ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww. *** Local Caption ***
Sedangkan, rumah Laode yang berada di kawasan Kalibata Selatan, Jakarta Selatan dilempari bom molotov pada Rabu dini hari.

Polisi bergegas melakukan penyelidikan dengan membentuk tim yang dipimpin Kepala Densus 88, inafis dan Puslabfor. KPK juga menerjunkan tim khusus untuk berkoordinasi dengan tim kepolisian.

Belasan saksi telah diperiksa oleh tim kepolisian. Penyidik juga telah menyita barang bukti untuk penanganan perkara.

Baca juga: Pimpinan KPK Tegaskan Teror Tak Akan Hentikan Pemberantasan Korupsi

Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengatakan, ada petunjuk menarik yang ditemukan polisi dalam menyelidiki teror terhadap dua pimpinan KPK itu. Namun, Tito masih enggan mengungkapkannya.

"Kita berdoa semoga bisa cepat terungkap. Ada beberapa petunjuk yang menarik," kata Tito.

Penganiayaan dua penyelidik

Hari Minggu (3/2/2019) dini hari, dua penyelidik KPK diduga dianiaya oleh sejumlah orang di Hotel Borobudur, Jakarta. Mereka sedang menjalankan tugas resmi dari pimpinan KPK untuk mengecek laporan masyarakat terkait indikasi tindak pidana korupsi.

Sebelum serangan terjadi, sedang ada rapat pembahasan hasil review Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait RAPBD Papua Tahun Anggaran 2019. Pembahasan dilakukan antara pihak pemerintah provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).

Baca juga: Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Dugaan Penganiayaan Penyelidik KPK

Kedua penyelidik KPK tersebut menyampaikan bahwa mereka ditugaskan secara resmi oleh pimpinan KPK. Namun, penganiayaan dan pemukulan tetap dilakukan terhadap keduanya.

"Ada pengeroyokan gitu ya karena ada cukup banyak orang waktu itu yang melakukan penyerangan dan penganiayaan terhadap pegawai KPK yang menjalankan tugasnya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Atas peristiwa tersebut, KPK menjemput kedua penyelidiknya ke Polda Metro Jaya. Pelaporan dugaan penganiayaan dilakukan pada Minggu sore.

Baca juga: Mendagri Sesalkan Dugaan Penganiayaan Penyelidik KPK oleh Pemprov Papua

Penyelidik KPK tersebut dirawat di rumah sakit dan menjalani visum. Salah satunya ada yang sudah dioperasi karena hidungnya retak. Di sisi lain, kepolisian sudah meningkatkan status perkara ini ke penyidikan.

KPK yakin peningkatan status perkara ini menunjukkan dugaan penganiayaan ini memang terjadi dan membantah klaim pihak tertentu yang menyebutkan dugaan penganiayaan itu tak terjadi.

Keseriusan Polri diperlukan

Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Oce Madril mengingatkan, rangkaian kasus serangan terhadap jajaran KPK harus disikapi secara serius oleh jajaran Polri selaku penegak hukum.

"Siapa pun pelakunya itu harus diproses hukum. Apalagi ini dilakukan terhadap institusi penegak hukum, KPK dalam hal ini, yang sedang melakukan tugas, dan itu juga menjadi bagian serangan terhadap negara," kata Oce kepada Kompas.com, Kamis (7/2/2019).

Ia menekankan, pentingnya Polri menjadikan rangkaian kasus seperti ini sebagai prioritas. Oce khawatir, apabila rangkaian kasus serangan ke jajaran KPK tak dituntaskan maksimal, akan mendorong potensi terjadinya serangan-serangan lain.

Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM), Oce Madril. KOMPAS.com/ AHMAD WINARNO Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM), Oce Madril.
"Kita khawatirkan kejadian serupa bisa terulang di kemudian hari, apakah itu teror, kekerasan fisik, bisa terjadi dengan mudah, kalau serangkaian kejadian ini tidak diusut oleh penegak hukum," kata dia.

Baca juga: Pascateror terhadap 2 Pimpinan KPK, ICW Usul Pimpinan KPK Tinggal di Kompleks Rumah Dinas

Oce menilai para terduga pelaku penyerangan perlu segera ditemukan dan ditindak secara tegas oleh kepolisian. Hal ini sebagai bentuk penegasan agar siapa pun tak lagi mencoba menyerang jajaran KPK.

"Harus diusut pelakunya, pelakunya harus ditangkap, supaya memberikan kesan tegas juga kepada para pelaku, bahwa pelanggaran hukum yang mereka lakukan adalah pelanggaran hukum serius," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Koordinator Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun.

Kepolisian dinilainya harus bekerja maksimal dalam menangani rangkaian kasus serangan terhadap jajaran KPK.

"Kalau misal perkara seperti ini tidak selesai enggak ada penuntasannya, maka ke depan, ini menjadi semacam bahaya buat KPK juga. Artinya kalau ada pihak-pihak tertentu yang sedang diproses misalnya menghadapi KPK di proses penyelidikan atau penyidikan ya enggak ada masalah tuh menyerang KPK nanti," kata Tama kepada Kompas.com

Untuk jawab kecurigaan

Tama juga mengakui bahwa penuntasan kasus serangan terhadap jajaran KPK yang sudah berjalan lama dan belum menemui titik terang, bisa menimbulkan kecurigaan tersendiri di kalangan publik.

Aktivis ICW sekaligus anggota Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan KPK, Tama S Langkun saat memberikan keterangan pers terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua MK Arief Hidayat, di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (6/12/2017).KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Aktivis ICW sekaligus anggota Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan KPK, Tama S Langkun saat memberikan keterangan pers terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua MK Arief Hidayat, di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (6/12/2017).
Ia menekankan pentingnya kepolisian untuk melibatkan berbagai pihak terkait dalam penanganan kasus-kasus serangan terhadap jajaran KPK.

Baca juga: Dugaan Penganiayaan 2 Pegawai KPK, ICW Minta KPK Usut Kemungkinan Bocornya Informasi

Polri harus memaksimalkan sinergitas dengan KPK dan pihak terkait lainnya.

Sebab, hal itu untuk menepis kecurigaan publik terhadap kinerja Polri.

"Ini kan sebetulnya untuk membantah kecurigaan tadi, ketika ada tim gabungan apa pun namanya berarti sebetulnya kan ada perwakilan dari pihak lain. Dari kepolisian ini kan harus bisa dianggap sebagai sesuatu hal yang positif, sehingga kecurigaan itu bisa terjawab," kata dia.

Tama juga menekankan, perkembangan penanganan kasus serangan terhadap jajaran KPK juga harus diungkap secara transparan.

"Misalnya, kalau belum cukup bukti tunjukkan pada bagian mananya, perkaranya belum lengkap itu pada bagian mananya? Sehingga akuntabilitas dalam penanganan perkaranya tidak dicurigai pihak lain lah," kata dia.

"Tunggu Saja"

Sementara itu, Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Syahar Diantono meminta masyarakat bersabar dan menunggu. Polri, kata dia, masih berupaya untuk mengungkap seluruh kasus yang menimpa penyidik, pimpinan, dan penyelidik KPK. 

"Semua masih dalam proses penyidikan. Polri berusaha keras untuk mengungkap semua kasus itu, semua masih dalam proses penyidikan. Tunggu saja, nanti akan kita ungkap," kata Syahar saat dihubungi Kompas.com, Jumat (8/2/2019). 

Kompas TV Kasus penyiraman air keras penyidik senior lembaga anti rasuah KPK Novel Baswedan kembali mencuat. Bahkan pembentukan satgas dan pencarian keadilan kasus ini berdekatan dengan Debat Pilpres 2019. Banyak pihak penyidikan kasus ini memiliki nuansa politisasi. Bagaimana dari sisi hukum dan kembali mencuatnya kasus penyidikan Novel Baswedan ini. Dan benarkah kasus yang sempat berhenti dan ditutup 2 tahun oleh Ombudsman ini akan membuka tabir baru? Kita sudah bersama mantan hakim dan pakar hukum pidana, Asep Iwan Iriawan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com