Meski begitu, Megawati baru bersuara pada 22 Mei 1997. Saat itu, dia menggelar konferensi pers di kediamannya, terkait sikapnya pada Pemilu 1997.
Dilansir dari Harian Kompas, Megawati mengejutkan publik saat dia menyatakan memilih untuk tidak memilih. Megawati tak menggunakan hak politiknya pada Pemilu 1997.
Namun, Megawati membebaskan pendukungnya untuk menentukan sikap terkait Pemilu 1997.
Setelah Soeharto jatuh dan reformasi bergulir, masih banyak pendukung yang berharap Megawati naik sebagai presiden. Salah satu cara adalah dengan memanfaatkan Pemilu 1999.
Guna menyongsong kontestasi politik pada 1999 itu, Megawati beserta pendukungnya mendeklarasikan PDI Perjuangan pada 14 Februari 1999.
Dilansir Harian Kompas yang terbit pada 15 Februari 1999, Megawati Soekarnoputri yang disambut antusias lebih dari 200.000 simpatisannya mengatakan, tidak ada alasan lain untuk menunda perubahan nama dan lambang partainya.
Sejak kelahiran PDI pada 10 Januari 1973, baru kali inilah PDI meskipun dengan nama PDI Perjuangan, diizinkan tampil di stadion berkapasitas 120.000 itu.
Pada Pemilu 1999, PDI-P menjadi pemenang dengan meraih sekitar 36,6 juta suara. Namun, bukan berarti Megawati langsung menjadi presiden karena pemilihan dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Saat itu, ada dua kubu yang bersaing di MPR, yaitu PDI-P dan kubu Partai Golkar yang dinilai sebagai pewaris Orde Baru. Kesengitan itu menyebabkan Amien Rais melakukan manuver dengan membuat Poros Tengah.
Poros Tengah pun mengantarkan Abdurrahman Wahid sebagai presiden dengan mengalahkan Megawati dalam voting di MPR.
Megawati kalah voting pemilihan presiden dengan 373 banding 313 suara. Megawati pun menjalani perannya sebagai wakil presiden.
Namun, pada 2001, dinamika politik memunculkan sejumlah manuver yang membuat Gus Dur dijatuhkan dari kursi presiden. Setelah itu, Megawati ditunjuk sebagai presiden.
Megawati berpasangan dengan Hamzah Haz memimpin hingga 2004. Saat Megawati-Hamzah haz memimpin, terjadi juga sejumlah pembahasan untuk melaksanakan pemilu presiden secara langsung.
Pada 2004, Indonesia pun menggelar pilpres secara langsung. Megawati sebagai petahana dimajukan PDI-P untuk berpasangan dengan Ketua Umum Nahdlatul Ulama saat itu, Hasyim Muzadi.
Namun, pasangan ini kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Pada 2009, Megawati juga maju berpasangan dengan Prabowo Subianto. Namun, lagi-lagi dia kalah dari SBY yang berpasangan bersama Boediono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.