Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Catatan Kontras untuk Jokowi-Ma'ruf soal Debat Pertama

Kompas.com - 19/01/2019, 12:11 WIB
Devina Halim,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, telah mengikuti debat pertama pada Kamis (17/1/2019).

Sejumlah pertanyaan terkait hukum, hak asasi manusia (HAM), korupsi, dan terorisme, dilontarkan saat debat yang diselenggarakan di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan.

Selama berlangsungnya debat, Kepala Divisi Hukum dan Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Putri Kanesia memiliki beberapa catatan evaluasi.

Komitmen penyelesaian kasus pelanggaran HAM kembali dipertanyakan.

Baca juga: Mantan Komisioner: KPU Harus Minta Maaf ke Publik

Tak hanya Jokowi-Ma'ruf, kedua paslon dinilai tidak berani menyampaikan secara lantang kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terkait dengan paslon lain.

Menurut Putri, keduanya bermain aman. Meskipun Jokowi kembali menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di awal debat, eksekusinya dipertanyakan.

"Misalnya, kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, dalam banyak kesempatan, timses tahu yang disampaikan Jokowi, melihat bahwa lagi-lagi soal pendekatan formil saja, soal tidak cukup bukti sehingga tidak bisa diproses," ujar Putri saat dihubungi Kompas.com, Jumat (18/1/2019).

Baca juga: Komnas HAM: Kedua Pasangan Capres-Cawapres Belum Paham Konsep HAM

Menurut dia, Jokowi seharusnya juga menyatakan evaluasi atas proses penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat selama pemerintahannya.

Sayangnya, Jokowi terkesan tidak melakukan langkah konkret untuk melakukan evaluasi, misalnya terhadap Jaksa Agung HM Prasetyo.

Padahal, menurut Putri, seorang presiden berwenang untuk menanyakan ke Jaksa Agung apa yang sudah dilakukan, termasuk terkait penyelesaian kasus-kasus tersebut.

Bahkan, Kejaksaan Agung mengembalikan sembilan berkas kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu kepada Komnas HAM, pada November 2018.

Kriminalisasi aktivis

Putri juga mengkritisi pernyataan Jokowi terkait penegakan hukum dengan HAM. Menurut Jokowi, penangkapan memang merampas kebebasan orang, tetapi penegakan hukum dilakukan demi melindungi masyarakat.

Faktanya, menurut Putri, banyak pula kejadian penangkapan yang sebetulnya tidak perlu dilakukan atau kriminalisasi di era pemerintahan Jokowi. Misalnya, kriminalisasi terhadap para aktivis.

"Faktanya, kita sama-sama tahu ada banyak kasus kriminalisasi atau penahanan yang kemudian tidak peru dilakukan terhadap orang-orang atau aktivis yang memang menyuarakan suaranya terkait isu HAM," jelasnya.

Baca juga: Jokowi Diminta Tak Hanya Janji Manis Selesaikan Kasus HAM

Ia mencontohkan, kasus aktivis lingkungan Heri Budiawan atau yang dikenal Budi Pego, yang dituduh menyebarkan paham komunisme.

Pada Desember 2018, ia baru saja divonis 4 tahun penjara dalam tahap kasasi oleh Mahkamah Agung.

Kritik lain yang disampaikan oleh Putri terkait kebebasan beragama, berkeyakinan dan beribadah.

Saat debat, Jokowi mengatakan, pelaku diskriminasi dan persekusi harus ditindak tegas.

Namun nyatanya, Putri mengungkapkan, hal itu tidak sejalan dengan data Kontras terkait kasus kekerasan terhadap kebebasan tersebut selama pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

Berdasarkan catatan Kontras, sejak 2014 hingga 2018, terdapat 488 peristiwa pelanggaran kebebasan beribadah dan berkeyakinan. Jumlah korban pelanggaran kebebasan beribadah mencapai 896 orang.

"Jadi kalau Jokowi bilang kasus kekerasan atas nama agama harus ditindak, faktanya ada 488 (kasus) terjadi," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com