JAKARTA, KOMPAS.com - Sebentar lagi kita akan memasuki tahun 2019, dimana pemilihan presiden dan pemilu legislatif akan digelar secara serentak. Namun hingar bingar tahun politik sudah terasa sepanjang tahun 2018.
Salah satu yang menyedot perhatian publik adalah dinamika pemilihan calon wakil presiden untuk mendampingi petahana, Presiden Joko Widodo.
Sejak awal tahun 2018, spekulasi dan dinamika sudah bergulir terkait siapa yang akan dipilih oleh sang petahana.
Para Kandidat
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sejak jauh-jauh hari sudah mempromosikan dirinya sebagai calon pendamping Jokowi.
Baca juga: Elektabilitas Jokowi-Maruf Turun, Kata Timses karena Sibuk Lawan Fitnah dan Hoaks
Makin mendekati batas waktu pendaftaran calon presiden dan wakil presiden, politisi yang akrab disapa Cak Imin itu makin gencar melakukan manuver.
Spanduknya sebagai calon wakil presiden 2019 terpampang dimana-mana. Cak Imin bahkan pada akhirnya membawa PKB untuk mengusung Jokowi-Ma'ruf Amin atau disingkat Join.
Partai Golkar tidak mau kalah mempromosikan ketua umumnya Airlangga Hartarto. Meski Airlangga tak secara terang-terangan mengaku ingin jadi cawapres Jokowi, namun elite-elite partai beringin terus mendorong hal itu terjadi.
Baca juga: PARA Syndicate: Tren Elektabilitas Jokowi-Maruf Menurun, Prabowo-Sandiaga Naik
Satu ketua umum parpol lagi yang juga sempat disebut-sebut masuk bursa cawapres Jokowi adalah Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy atau yang akrab disapa Romy.
Di luar nama ketua umum parpol, ada sejumlah nama dengan latar belakang lain yang juga muncul. Menjelang batas waktu pendaftaran ke Komisi Pemilihan Umum, Romy memberi bocoran 10 nama kandidat cawapres Jokowi.
Selain ada Cak Imin, Airlangga dan Romy yang berasal dari parpol, tujuh tokoh lain memiliki latar belakang yang beragam.
Baca juga: Timses Klaim Elektabilitas Jokowi-Maruf di Banten Ungguli Prabowo-Sandiaga
Dari unsur ulama, ada nama Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekaligus Rais Aam PBNU Ma'ruf Amin. Ada juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI yang juga mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin.
Dari unsur pembantu Jokowi, muncul nama menteri keuangan Sri Mulyani, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, serta Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Sisanya, ada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD serta Pengusaha Chairul Tanjung.
Hari Pengumuman
9 Agustus 2018, saat yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Hari itu adalah sehari sebelum KPU menutup pendaftaran pasangan capres dan cawapres.
Baca juga: 2 Bulan Masa Kampanye, Capres Dinilai Terjebak Isu Sensasional
Di hari itu juga, Presiden Jokowi bersama ketua umum dan sekjen parpol koalisi mengumumkan sosok cawapres yang telah dipilih. Pengumuman dilakukan di restoran Plataran di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Namun, dinamika politik rupanya tak berhenti terjadi sampai pada hari pengumuman ini. Manuver politik justru terus dimainkan pada detik-detik terakhir sebelum pengumuman.
Pada Kamis siang itu, Mahfud MD sudah menyatakan kepada media bahwa ia lah yang dipilih oleh Jokowi sebagai cawapres.
Baca juga: KPU Berencana Gelar Debat Capres 5 Kali, Januari hingga April 2019
Pengakuan itu ia keluarkan bukan tanpa alasan. Belakangan, Mahfud mengaku bahwa ia sudah diminta oleh pihak istana untuk bersiap.
Bahkan, ia sudah diminta untuk menjahit baju guna keperluan deklarasi.
Sore harinya, Mahfud bergegas ke restoran Te Sate di kawasan Menteng, yang tak jauh dari tempat Jokowi dan Ketum Parpol berkumpul. Mahfud diminta untuk bersiap.
Namun, di restoran itu Mahfud justru mendapat kabar bahwa ia batal menjadi cawapres Jokowi. Mahfud dan para pendukungnya pun bergegas meninggalkan kawasan Menteng dan kembali ke kantornya.
Baca juga: Mahfud MD: Tak Harus Jadi Tim Sukses, Saya Dukung yang Pro-Pancasila
Tak lama setelah kepergian Mahfud, Jokowi akhirnya mengumumkan sosok pendampingnya. Benar saja, bukan Mahfud sosok yang dipilih Jokowi, melainkan Ma'ruf Amin.
"Saya memutuskan dan telah mendapat persetujuan dari partai-partai koalisi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja bahwa yang akan mendampingi sebagai calon wakil presiden adalah Profesor Kiai Haji Ma'ruf Amin," ujar Jokowi.
Apa yang terjadi?
Sampai saat ini tak ada penjelasan langsung dari Presiden Jokowi mengenai alasannya batal memilih Mahfud MD pada detik-detik terakhir. Namun, sebelumnya memang sempat terjadi penolakan terhadap Mahfud dari kalangan Nahdlatul Ulama dan PKB.
Baca juga: Drama Mahfud MD dalam Dua Pilpres...
Sehari sebelum pengumuman nama cawapres yang mengejutkan banyak pihak itu, Ma'ruf Amin secara diam-diam menemui Jokowi di Istana.
Setelah dari Istana, Ma'ruf lalu melanjutkan pertemuan dengan sejumlah petinggi PBNU di kantor DPP PBNU.
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj, Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini, serta Ketua PBNU Robikin Emhas. Cak Imin juga ikut dalam pertemuan itu.
Usai pertemuan, Said Aqil mengatakan kepada wartawan bahwa Mahfud MD bukanlah kader atau anggota Nahdlatul Ulama.
Baca juga: Pilih Tak Ikut Tim Jokowi atau Prabowo, Ini yang Akan Dilakukan Mahfud MD
Sementara Robikin Emhas mengatakan, warga Nahdliyin merasa tidak memiliki tanggung jawab moral untuk ikut menyukseskan kemenangan Jokowi jika cawapres yang dipilih bukan lah kader NU.
Belakangan, Mahfud MD dalam acara Indonesia Lawyers Club mengungkapkan, ancaman NU menarik dukungan ke Jokowi itu merupakan perintah dari Ma'ruf Amin sendiri.
"Pernyataan itu (ancaman menarik dukungan) ada. Robikin yang menyatakan, dan yang menyuruh itu Kiai Maruf amin. Bagaimana saya tahu kiai Ma'ruf Amin? Muhaimin yang bilang ke saya," ungkap Mahfud.