JAKARTA, KOMPAS.com - Kalangan aktivis hingga politisi memprediksi bahwa perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) tidak akan menjadi salah satu isu yang diangkat oleh kedua pasangan calon presiden pada Pilpres 2019 mendatang.
Berbeda dengan masa kampanye Pilpres 2014, HAM menjadi isu yang terpinggirkan dalam kontestasi kali ini.
Prediksi tersebut semakin diperkuat dengan tidak hadirnya Presiden Joko Widodo pada acara peringatan hari HAM Internasional di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (11/12/2018).
Padahal, sejak 2014 hingga 2017, Presiden Jokowi tidak pernah absen dalam memberikan pidato kenegaraannya.
Ketidakhadiran Jokowi lantas menimbulkan kekecewaan terhadap keluarga korban dan pegiat HAM yang juga hadir di kantor Komnas HAM.
Wakil Koordinator bidang Advokasi Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Putri Kanesia memandang Presiden Jokowi tak lagi memiliki komitmen, terutama terkait penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Baca juga: Larangan Pembangunan Rumah Ibadah Masuk Pelanggaran HAM? Ini Kata JK
"Sebenarnya kami agak kecewa. Tinggal beberapa bulan masa kepemimpinannya, belum ada satupun kasus yang diselesaikan dan dibawa ke pengadilan HAM ad hoc. Padahal penyelesaian kasus ada dalam janji Nawacita," ujar Putri saat dihubungi, Selasa (11/12/2018).
Putri menyesalkan sikap Presiden Jokowi yang dinilai hanya menjadikan isu HAM sebagai komoditas politik.
Janji kampanye yang tercantum dalam Nawacita Jokowi-Jusuf Kalla jelas menyebutkan soal penuntasan kasus HAM masa lalu.
Baca juga: Presiden Jokowi Batal Hadiri Acara Peringatan Hari HAM Internasional
Namun hingga saat ini, pemerintah tidak pernah menciptakan langkah yang strategis dan konkret.
"Di banyak pidatonya, Jokowi sering menyinggung soal HAM. Tapi bagi kami itu hanya untuk gimmick politik saja karena di tataran implementasi, tidak ada yang konkret dan strategis," kata Putri.
Pegiat HAM sekaligus mantan Koordinator Kontras Haris Azhar menilai bahwa isu perlindungan dan pemenuhan HAM tidak akan menjadi perhatian kedua pasangan calon presiden pada Pilpres 2019.
Menurut Haris, baik calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo maupun nomor urut 02 Prabowo Subianto sama-sama memiliki catatan yang tidak baik terkait isu HAM.
Situasi ini berbeda dengan masa Pilpres 2014 lalu di mana Jokowi menggunakan isu HAM sebagai materi dalam kampanyenya.
"HAM tidak akan jadi dagangan keduanya. Mereka (Prabowo dan Jokowi) tidak akan menggunakan narasi besar HAM karena keduanya tidak ramah terhadap HAM," ujar Haris dalam sebuah diskusi di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (10/12/2018).
Baca juga: Jika 8 Rekomendasi Penegakan HAM Tak Dijalankan, Komnas HAM Akan Lakukan Ini
Haris mengatakan, sebagai seorang calon presiden, Jokowi dan Prabowo sama-sama tak memiliki kapasitas soal isu perlindungan serta pemenuhan HAM.
Ia menilai, selama memerintah Presiden Jokowi hanya memunculkan narasi soal HAM, namun tidak pernah melahirkan sebuah kebijakan. Salah satunya mengenai janji penuntasan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu.
Seperti diketahui, salah satu poin dalam sembilan agenda prioritas Nawa Cita, Jokowi berjanji akan memprioritaskan penyelesaian secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM pada masa lalu.
Kemudian Jokowi juga menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan delapan kasus pelanggaran HAM masa lalu disebutkan pula delapan kasus pelanggaran HAM masa lalu yang menjadi beban sosial politik.
Kendati demikian, penuntasan kedelapan kasus tersebut tidak kunjung direalisasikan.
Sementara, Prabowo juga memiliki catatan soal kasus HAM. Prabowo kerap disebut diduga kuat terlibat dalam penghilangan paksa 13 aktivis pada 1997-1998, dalam kapasitasnya sebagai Komandan Kopassus.
"Dua pasangan ini enggak punya kapasitas yang cukup terkait perlindungan dan pemenuhan HAM," kata Haris.
Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik.
Menurut Rachland, Presiden Jokowi memiliki catatan buruk terkait pemenuhan dan perlindungan HAM selama masa pemerintahannya.
"Isu HAM ini tidak akan menjadi faktor di dalam pemilu mendatang. imperatif moral yang dimiliki Pak Jokowi pada 2014 kini tidak ada lagi," ujar Rachland.
"Pak Jokowi juga punya masa lalu yang tidak bagus pada konteks perlindungan HAM. Jadi pertandingan mendatang itu ya menurut saya isu HAM akan berada di pinggir," ucapnya.
Selain janji Presiden Jokowi atas penuntasan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu, Rachland menyoroti pembubaran organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dilakukan tanpa melalui keputusan pengadilan lebih dulu.
Baca juga: Ditanya Penyelesaian Kasus HAM, Kalla Bilang Itu Tugas Semua Rezim
Rachland menilai upaya tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap kebebasan berkumpul dan berserikat.
Selain itu Rachland juga menyinggung kasus penyiraman air keras yang dialami oleh penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Satu tahun sejak peristiwa tersebut terjadi, belum ada satupun pelaku yang dijadikan tersangka oleh kepolisian.
"Pak Jokowi punya masa lalu yang tidak bagus, bukan kuantitas tapi kualitas terkait pemenuhan HAM. Apa yang dilakukan Pak Jokowi sebagai presiden untuk membela HAM? praktis tidak ada dari segi hal sipil dan politik," tuturnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Arsul Sani, tak sepakat dengan anggapan bahwa pemerintah memiliki catatan buruk terkait perlindungan dan pemenuhan HAM.
"Persoalan dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu tetap menjadi komitmen Jokowi untuk menyelesaikannya," ujar Arsul saat dihubungi, Selasa (11/12/2018).
Baca juga: JK: Pemerintah Tak Selalu Tertuduh dalam Pelanggaran HAM, Terkadang Jadi Korban
Kendati demikian, pemerintah saat ini tengah mencari cara untuk menuntaskan kasus-kasus tersebut melalui jalur non-yudisial atau tanpa proses pengadilan.
Sebab, kata Arsul, jika penyelesaian melalui proses pengadilan, ada potensi terduga pelaku lolos dari jeratan hukum karena kurangnya alat bukti.
Baca juga: Timses Bantah Anggapan Jokowi Tak Berkomitmen Tuntaskan Kasus HAM Masa Lalu
Di sisi lain, elemen masyarakat sipil tetap berpendapat kasus HAM masa lalu diselesaikan melalui proses pengadilan agar memberikan keadilan bagi keluarga korban.
"Ini yang sebenarnya menjadikan kesan bahwa soal penyelesaian HAM berat itu seolah tidak jadi fokus. Padahal fokus itu jangan diartikan sebagai kerja-kerja membawa pelaku ke sidang pengadilan HAM berat," kata Arsul.
Namun, Arsul tak menjawab saat ditanya apakah isu HAM akan tetap menjadi perhatian Presiden Jokowi pada masa kampanye Pilpres 2019.