Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisakah Parpol Dijerat Tindak Pidana Korupsi Korporasi? Ini Kata KPK

Kompas.com - 22/11/2018, 19:06 WIB
Reza Jurnaliston,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menuturkan, partai politik tak bisa dengan mudah dijerat UU Tindak Pidana Korupsi seperti halnya korporasi. Itu lantaran, parpol dan korporasi adalah dua organisasi yang berbeda dari sisi operasionalnya. 

Syarif merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.

Peraturan itu menetapkan sebuah korporasi dapat dijerat tindak pidana jika diduga mendapatkan keuntungan dari tindak pidana, lalu membiarkan terjadinya tindak pidana, dan tidak mencegah terjadinya tindak pidana.

“Sebenarnya kalau kita mau lihat memakai definisi yang luas seperti yang ada dalam Perma (Peraturan MA) itu, mungkin kalau dipaksa-paksain bisa (Parpol dijerat tindak pidana korupsi korporasi), tetapi terus terang itu kan partai politik beroperasi agak beda dengan perusahaan,” ujar Laode di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (22/11/2018).

Laode mengatakan, setiap partai politik memiliki anggaran dasar dan rumah tangga (AD/ART) serta cara pendaftaran yang berbeda dengan korporasi.

“Kalau kita lihat definisi utamanya, definisi kumpulan orang berorganisasi itu partai politik seperti masuk (korporasi), tetapi kalau asbabun nuzulnya dulu kita fokuskan pada perusahaan, tidak termasuk dari partai politik,” terang Laode.

Laode menjelaskan, selama ini KPK sudah banyak menyeret kader partai politik untuk tindak pidana korupsi. Termasuk mereka yang melakukan tindakan korup terkait partai politik. 

“Orangnya (kader parpol) kita tindak dan itu sudah dilakukan berkali-kali. Kalau partai politik yang menyuap, nanti kita pikirkan lagi," tutur dia.

Baca juga: Empat Syarat Korporasi Bisa Dijerat Pidana Korupsi

Sebagai informasi, KPK sudah menetapkan empat kasus dengan menempatkan korporasi sebagai tersangka.

Kasus pertama, menyeret PT Duta Graha Indah (berganti nama menjadi PT Nusa Konstruksi Engineering) tahun 2017.

Lalu kasus yang menjerat PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati. Kedua perusahaan itu ditetapkan sebagai tersangka April 2018.

Terakhir, PT Tradha sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Kompas TV Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil Wakil Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja, terkait kasus suap perizinan Meikarta. Eka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Billy Sindoro. Seusai diperiksa Wakil Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja mengaku tidak tahu soal proyek Meikarta. Dia juga mengatakan dirinya tak pernah mendapat arahan dari Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin terkait proyek Meikarta. Dia juga mengatakan dirinya belum pernah bertemu dengan pihak Lippo group terkait proyek Meikarta.<br /> <br /> Sementara itu, juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan Eka diperiksa terkait pelangaran hukum perizinan proyek Meikarta. Saat ini sudah 72 orang saksi yang diperiksa dari pihak Lippo grup.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com