JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menuturkan, partai politik tak bisa dengan mudah dijerat UU Tindak Pidana Korupsi seperti halnya korporasi. Itu lantaran, parpol dan korporasi adalah dua organisasi yang berbeda dari sisi operasionalnya.
Syarif merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.
Peraturan itu menetapkan sebuah korporasi dapat dijerat tindak pidana jika diduga mendapatkan keuntungan dari tindak pidana, lalu membiarkan terjadinya tindak pidana, dan tidak mencegah terjadinya tindak pidana.
“Sebenarnya kalau kita mau lihat memakai definisi yang luas seperti yang ada dalam Perma (Peraturan MA) itu, mungkin kalau dipaksa-paksain bisa (Parpol dijerat tindak pidana korupsi korporasi), tetapi terus terang itu kan partai politik beroperasi agak beda dengan perusahaan,” ujar Laode di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Laode mengatakan, setiap partai politik memiliki anggaran dasar dan rumah tangga (AD/ART) serta cara pendaftaran yang berbeda dengan korporasi.
“Kalau kita lihat definisi utamanya, definisi kumpulan orang berorganisasi itu partai politik seperti masuk (korporasi), tetapi kalau asbabun nuzulnya dulu kita fokuskan pada perusahaan, tidak termasuk dari partai politik,” terang Laode.
Laode menjelaskan, selama ini KPK sudah banyak menyeret kader partai politik untuk tindak pidana korupsi. Termasuk mereka yang melakukan tindakan korup terkait partai politik.
“Orangnya (kader parpol) kita tindak dan itu sudah dilakukan berkali-kali. Kalau partai politik yang menyuap, nanti kita pikirkan lagi," tutur dia.
Baca juga: Empat Syarat Korporasi Bisa Dijerat Pidana Korupsi
Sebagai informasi, KPK sudah menetapkan empat kasus dengan menempatkan korporasi sebagai tersangka.
Kasus pertama, menyeret PT Duta Graha Indah (berganti nama menjadi PT Nusa Konstruksi Engineering) tahun 2017.
Lalu kasus yang menjerat PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati. Kedua perusahaan itu ditetapkan sebagai tersangka April 2018.
Terakhir, PT Tradha sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).