JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko mengatakan, peristiwa terjeratnya petinggi Lippo Group, Billy Sindoro dalam kasus dugaan suap perizinan proyek pembangunan Meikarta patut menjadi perhatian bagi korporasi untuk memperkuat program antikorupsi.
“Upaya pencegahan korupsi tidak selamanya hanya bertumpu pada membangun sistem pencegahan korupsi di sektor publik sebagai demand side. Perusahaan harus mulai diwajibkan mengimplementasikan sistem pencegahan korupsi, sehingga dari supply side, penawaran atau pemberian suap dapat secara dini dicegah” kata Dadang dalam keterangan pers yang diterima Sabtu (27/10/2018).
Dadang memaparkan, tahun 2017 lalu, TII meluncurkan hasil kajian berjudul “Transparency In Corporate Reporting (TRAC): Perusahaan Terbesar Indonesia” untuk menilai kesiapan 100 perusahaan terbesar di Indonesia dalam mencegah korupsi.
Rata-rata nilai Transparency in Corporate Reporting (TRAC) 100 perusahaan terbesar di Indonesia adalah 3.5/10, dengan angka 0 menandakan perusahaan sangat tidak transparan, dan 10 menandakan bahwa perusahaan sangat transparan.
Dari 100 perusahaan yang dinilai, 71 perusahaan tidak mewajibkan pihak ketiga, seperti konsultan, penasihat, pengacara untuk terikat dalam pedoman perilaku perusahaan.
Kemudian 67 dari 100 perusahaan tidak mewajibkan penyedia barang dan jasa, vendor, kontraktor, rekanan, sub kontraktor untuk mematuhi program antikorupsi perusahaan.
Sementara itu 74 dari 100 perusahaan terbesar di Indonesia tidak melakukan pelatihan antikorupsi bagi para karyawan dan direktur perusahaan.
Kemudian terkait gratifikasi, 61 dari 100 perusahaan di Indonesia belum memiliki aturan tentang larangan pemberian dan penerimaan gratifikasi.
“Pola tindak pidana korupsi dimana pemberian suap biasanya dilakukan melalui jasa perantara konsultan, penasihat, perlu dimitigasi oleh perusahaan, sehingga implementasi tata kelola perusahaan yang baik (GCG) tidak hanya berlaku ke internal perusahaan, tetapi juga diterapkan ke pihak-pihak yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan” kata Dadang.
Ia juga mengingatkan agar perusahaan memahami UU Tipikor dan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pertanggungjawaban Pidana Korporasi.
Sebab, perusahaan dapat dijatuhi sanksi pidana apabila kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh personelnya terbukti memberikan keuntungan bagi perusahaan.
Baca juga: KPK Kirim Surat Panggilan kepada Bos Lippo Group James Riady
"Dan apabila perusahaan tidak mengembangkan sistem pencegahan korupsi yang sesuai dengan profil risiko perusahaan, maka perusahaan juga dapat dijatuhi pidana," kata dia.
Dadang juga mengatakan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi yang sudah disahkan oleh Presiden Joko Widodo diharapkan mampu mendorong korporasi membangun program antikorupsi yang sesuai dengan profil risiko perusahaan.
"Implementasi program antikorupsi tidak lagi bersifat voluntary, tetapi mandatory. KPK juga perlu segera mengeluarkan peraturan tentang panduan program antikorupsi agar perusahaan memiliki pedoman dalam menyusun program anti korupsi yang komprehensif,” kata Dadang.