JAKARTA, KOMPAS.com - Bakal calon presiden yang akan bersaing dalam Pilpres 2019, mengumumkan calon wakil presiden sehari sebelum pendaftaran pasangan capres-cawapres ditutup.
Baik Presiden petahana Joko Widdo maupun Ketua Umum Partai Gerindra mengumumkan cawapresnya di menit-menit terakhir.
Nama cawapres yang muncul pun di luar nama-nama yang digadang-gadang akan terpilih.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP UI Aditya Perdana menjelaskan kondisi tersebut dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda.
Baca juga: Tes Kesehatan Pilpres 2019, Alat Canggih Digunakan untuk Pendalaman
Pertama, ia memaklumi bahwa dinamika politik memang sangat dinamis, sehingga perubahan mungkin saja terjadi, bahkan hingga detik terakhir.
"Kita paham bahwa mereka punya kepentingan itu, tarik-menariknya kuat di detik-detik terakhir," ujar Adit saat dihubungi oleh Kompas.com, Senin (13/8/2018).
Namun, hal tersebut berdampak negatif karena memberikan pendidikan politik yang buruk kepada masyarakat.
"Di sisi lain, demokrasi itu akhirnya kemudian milik elite (parpol) bukan milik masyarakat, sehingga proses-proses ini (pemilihan pasangan capres-cawapres) tidak pernah diketahui oleh masyarakat," jelas Adit.
"Ini kan enggak baik dan bukan pendidikan politik yang baik, bahwa oh ternyata memilih pemimpin itu ya detik-detik terakhir, bukan sebuah proses yang harus dipersiapkan," imbuhnya.
Baca juga: Menteri Susi: Kalau di Sini Ada yang Berkelahi Gara-gara Pilpres, Ibu Tenggelamkan!
Menurut Adit, parpol sebetulnya memiliki waktu yang panjang untuk menyiapkan secara matang pasangan yang akan diusung.
Adit berpendapat, selain dipersiapkan secara matang parpol juga seharusnya lebih mengikutsertakan publik.
Misalnya, dengan mendengarkan aspirasi masyarakat, atau menyediakan forum untuk menampung aspirasi publik dalam memilih kandidat pemimpin negara.