Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerindra Sebut Isu Penghilangan Aktivis Reformasi oleh Prabowo Didaur Ulang Jelang Pilpres

Kompas.com - 25/07/2018, 23:00 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menilai isu penghilangan aktivis reformasi yang dituduhkan kepada ketua umumnya, Prabowo Subianto, merupakan isu daur ulang yang sengaja dimunculkan setiap menjelang pilpres.

Hal itu disampaikan Dasco menanggapi pemberitaan di bbc.com terkait keterlibatan Prabowo selaku mantan Komandan Jenderal Kopassus.

"Secara umum isu penculikan ini adalah isu daur ulang yang sudah basi. Kami harap kita semua tidak ikut menggoreng isu tersebut, lebih baik kita konsentrasi bagaimana mengatasi siutuasi ekonomi yang sekarang semakin sulit," kata Dasco melalui keterangan tertulis, Rabu (25/7/2018).

Baca juga: Konflik dan Pelanggaran HAM, Catatan Kelam 20 Tahun Reformasi

Ia menambahkan data yang dirilis soal keterlibatan Prabowo tidak akurat dan tidak benar sebab sumbernya hanya merujuk keterangan seorang pimimpin organisasi mahasiswa yang sangat asumstif.

Dasco menyatakan dokumen tersebut bukanlah dokumen hukum melainkan dokumen intelejen yang metode pengumpulan informasinya juga tidak tepat. Ia menambahkan di dalam putusan pengadilan kasus Tim Mawar tidak ada nama Pak Prabowo.

"Kesaksian tersebut bukan hanya bersifat “testimonium di auditu (kesaksian katanya) tetapi juga tidak memiliki relevansi karena tidak didukung secuilpun keterangan saksi lain," lanjut dia.

Baca juga: Cerita di Balik Aksi Mahasiswa Kuasai Gedung DPR Saat Reformasi 1998

Sebelumnya, dilansir dari www.bbc.com, Sebanyak 34 dokumen rahasia Amerika Serikat mengungkap rentetan laporan pada masa prareformasi, salah satunya bahwa Prabowo Subianto disebut memerintahkan Kopassus untuk menghilangkan paksa sejumlah aktivis pada 1998 dan adanya perpecahan di tubuh militer.

Dokumen-dokumen yang dirilis ke publik oleh lembaga Arsip Keamanan Nasional (NSA) ini mengemukakan berbagai jenis laporan pada periode Agustus 1997 sampai Mei 1999.

Sebagian merupakan percakapan staf Kedutaan AS di Jakarta dengan pejabat-pejabat Indonesia, lainnya adalah laporan para diplomat mengenai situasi di Indonesia.

Baca juga: Prabowo Didukung Purnawirawan Kopassus Jadi Capres, Ini Kata Mantan Komandannya

Salah satu dokumen merupakan telegram berisi percakapan antara Asisten Menteri Luar Negeri AS, Stanley Roth, dengan Komandan Kopassus, Mayor Jenderal Prabowo Subianto.

Dalam pertemuan selama satu jam pada 6 November 1997 itu, keduanya membahas situasi Indonesia.

Prabowo mengatakan mertuanya, Presiden Suharto, tidak pernah mendapat pelatihan di luar negeri dan pendidikan formalnya pun sedikit. Namun, menurutnya, Suharto sangat pintar dan punya daya ingat tajam.

Baca juga: Romantisme Orde Baru Selewat Dua Dekade Reformasi

Bagaimanapun, urai Prabowo, mertuanya tidak selalu bisa memahami persoalan dan tekanan dunia.

"Akan lebih baik jika Suharto mundur pada Maret 1998 dan negara ini bisa melalui proses transisi kekuasaan secara damai", sebut Prabowo dalam dokumen itu.

"Apakah itu terjadi pada Maret atau perlu beberapa tahun lagi, era Suharto akan segera berakhir," sambungnya.

 

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com