JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyepakati serah-terima barang rampasan untuk dioptimalkan penggunaannya. Barang-barang itu adalah hasil rampasan tindak pidana korupsi.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyatakan, barang-barang tersebut merupakan barang rampasan perkara korupsi yang telah disidangkan dan inkrah atau berkekuatan hukum lengkap. Dengan demikian, barang itu menjadi aset negara.
Prasetyo menyebut, Kejagung akan memanfaatkan barang-barang yang diserahterimakan dari KPK untuk mendukung operasional. Akhirnya, Kejagung bisa melakukan penghematan biaya operasional.
"Dengan penyerahan yang istilahnya PSP (Pengalihan Status Penggunaan) barang-barang rampasan milik negara yang sudah diputus inkrah untuk penghematan," kata Prasetyo dalam konferensi pers di Kantor Kejagung, Jakarta, Selasa (24/7/2018).
Baca juga: KPK Bekali Kejati se-Indonesia soal Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan
Di antara barang rampasan yang diserahterimakan adalah properti berupa tanah dan bangunan. Prasetyo menuturkan, aset tersebut bisa dijadikan wisma Kejagung di berbagai kota.
Dengan demikian, para jaksa dari Kejagung yang akan melakukan sidang tidak perlu menyewa kamar hotel. Pada akhirnya, beban negara pun dapat dihemat.
Menurut Prasetyo, hal ini yang menjadi perbedaan mendasar antara KPK dengan Kejagung. KPK melakukan seluruh sidang perkara di Jakarta, sementara Kejagung melaksanakan sidang di ibu kota provinsi.
"Bayangkan jaksa-jaksa di Merauke sidangnya di Jayapura. Yang di Nias sidangnya di Medan. Pak Agus bilang di Medan ada rumah sitaan, ini bisa digunakan sebagai mess untuk jaksa yang sidang di Medan," kata Prasetyo.
Baca juga: KPK Serahkan Barang Rampasan ke Kejaksaan Agung
Ia menjelaskan, barang-barang sitaan yang kali ini diserahterimakan dari KPK kepada Kejagung adalah 4 unit kendaraan roda empat.
Kendaraan tersebut berasal dari perkara korupsi Bupati Bangkalan Fuad Amin dan mantan Kakorlantas Polri Irjen Pol Djoko Susilo.
Selain itu, ada pula sebidang tanah dan bangunan di Jakarta yang diserahkan KPK kepada Kejagung. Ini berasal dari perkara mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.