JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Amiruddin Al Rahab mengatakan, Komnas HAM akan mengundang penyelenggara pemilu, serta pemerintah dan Polri.
Pertemuan itu untuk membahas potensi hilangnya hak pemilih dan pelanggaran hak politik warga negara pada Pilkada Serentak 2018 pada 27 Juni 2018.
"Minggu depan akan kami undang, duduk bersama di di Komnas HAM. Undang KPU, Bawaslu, Kemendagri dan Polri, jalan keluarnya apa?" ujar Amiruddin di Kantornya, Jakarta, Rabu (9/5/2018).
Sebelum itu, Komnas HAM akan terlebih dulu mengirimkan hasil pemantauan pilkada yang telah dilakukan di sejumlah daerah.
"Temuan ini akan kami sampaikan ke KPU, Bawaslu dan Kementerian Dalam Negeri dalam waktu segera," kata Amiruddin.
Menurut Amiruddin, langkah tersebut diambil pihaknya untuk memberikan saran perbaikan bagi penyelenggaraan pesta demokrasi daerah tersebut.
"Laporan ini juga tantangan buat negara, makanya kami sampaikan sekarang agar cepat diambil langkah-langkah," kata Amiruddin.
"Kalau disampaikan seminggu sebelum pilkada kan sudah enggak ada waktu lagi. Mumpung ada waktu dua bulan, moga-moga sebulan ke depan ada langkah," tuturnya.
Baca juga: Ini Empat Temuan Komnas HAM Jelang Pilkada Serentak 2018
Diketahui ada sejumlah temuan Komnas HAM jelang penyelenggaraan Pilkada serentak 2018.
Pertama, masalah dan potensi hilangnya hak pilih warga negara yang berusia 17 tahun atau yang sudah/pernah kawin yang belum memiliki e-KTP atau surat keterangan (Suket) pengganti e-KTP.
Komnas HAM mencermati adanya ratusan ribu pemilih yang dicoret dari daftar pemilih sementara yang telah ditetapkan menjadi daftar pemilih tetap
Kedua, masih ditemukan situasi dan praktik ujaran kebencian serta diskriminasi berbasis ras, etnis, dan agama di wilayah-wilayah yang menggelar Pikada 2018.
Hasil pantauan Komnas HAM, di Pilkada Kabupaten Garut ditemukan fakta adanya ujaran kebencian terhadap salah satu pasangan calon. Saat ini proses pemeriksaan perkara sudah di kepolisian.
Ketiga, pemenuhan hak kelompok rentan masih bermasalah, terutama bagi tahanan, warga binaan yang berada di rutan atau lapas, dan pasien di rumah sakit serta penyandang disabilitas.
Keempat, adanya potensi kehilangan hak untuk memilih bagi para pekerja yang berada di perkebunan, misalnya di Sumatera Utara dan Kalimantan Barat.
Alasannya, para perusahaan tempat para pekerja tersebut, pada praktiknya sering tidak memberikan hari libur pada saat pemungutan suara pilkada.