Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Novanto Baca Puisi, Istri Mengusap Air Mata, Hakim Mengerutkan Dahi

Kompas.com - 13/04/2018, 12:39 WIB
Abba Gabrillin,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa dalam kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) Setya Novanto membacakan sebuah puisi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (13/4/2018).

Pembacaan puisi menjadi penutup nota pembelaan atau pleidoi yang disampaikan Novanto.

Saat mantan Ketua DPR itu membaca puisi, pengunjung sidang hening dan mendengarkan dengan saksama setiap kata yang diucapkan.

(Baca juga: Setya Novanto Minta Maaf jika Tak Kooperatif Sejak Penyidikan)

Ketua Majelis Hakim Yanto yang mempersilakan Novanto membaca puisi dengan serius ikut memperhatikan.

Yanto sempat mengerutkan dahi dan tertegun di sela-sela Novanto membacakan puisi buatan Linda Djalil tersebut.

Istri Novanto, Deisti Astriani Tagor, yang duduk di barisan paling depan bangku pengunjung sidang memberikan respons berbeda. Deisti tampak beberapa kali mengusap air matanya.

(Baca juga: Sampaikan Pembelaan, Novanto Bagi-bagi Buku tentang Prestasinya)

Berikut puisi tersebut:

Di Kolong Meja

Di kolong meja ada debu yang belum tersapu karena pembantu sering pura-pura tak tahu.

Di kolong meja ada biangnya debu yang memang sengaja tak disapu.

Bersembunyi berlama-lama karena takut dakwaan seru melintas membebani bahu.

Di kolong meja tersimpan cerita seorang anak manusia menggapai hidup, gigih dari hari ke hari meraih ilmu dalam keterbatasan.

Untuk cita-cita kelak yang bukan semu tanpa lelah dan malu bersama debu menghirup udara kelabu.

Di kolong meja muncul cerita sukses anak manusia, yang semula bersahaja akhirnya bisa diikuti siapa saja karena cerdas caranya bekerja.

Di kolong meja ada lantai yang mulus tanpa cela, ada pula yang terjal bergelombang siap menganga menghadang segala cita-cita.

Apabila ada kesalahan membahana, kolong meja siap membelah, menerkam tanpa bertanya bahwa sesungguhnya ada berbagai sosok yang sepatutnya jadi sasaran.

Di kolong meja ada pecundang yang bersembunyi sembari cuci tangan, cuci kaki, cuci muka, cuci warisan kesalahan.

Apakah mereka akan senantiasa di sana, dengan mental banci, berlumur keringat ketakutan dan sesekali terbahak melihat teman sebagai korban menjadi tontonan?

Jakarta 5 April 2018

Novanto sebelumnya dituntut jaksa KPK dengan pidana penjara selama 16 tahun dan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Jaksa juga menuntut Novanto membayar uang pengganti sebesar 7,4 juta dollar Amerika Serikat terkait kasus korupsi proyek e-KTP.

Apabila menggunakan kurs dollar AS tahun 2010 senilai Rp 9.800, maka uang pengganti itu senilai sekitar Rp 72,5 miliar.

Selain itu, hak politik Novanto juga diminta agar dicabut selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana.

Dalam tuntutan, jaksa KPK menolak permohonan Novanto untuk memperoleh status sebagai justice collaborator.

Menurut jaksa, Novanto tidak memenuhi syarat sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.

Kompas TV Setya Novanto membacakan puisi dengan durasi 2,5 menit untuk menutup pembacaan nota pembelaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com