"Keberhasilan inilah yang menggerakkan semangat juang para pemuda untuk berusaha mengembangkan kekuatan udara nasional pada hari-hari setelahnya," ujar Jemi.
Tanggal 29 Juli 1947 misalnya. Setelah agresi militer Belanda I, angkatan udara Indonesia memberikan serangan balasan dengan memborbardir tiga kota yang diduduki Belanda, yakni Semarang, Salatiga dan Ambarawa.
Serangan ini merupakan momentum heroik bagi angkatan udara Indonesia. Setelah serangan ini, tiga perintis angkatan udara Indonesia meninggal dunia, yakni Agustinus Adisucipto, Abdulrachman Saleh dan Adisoemarmo Wiryokusumo.
Selanjutnya tanggal 17 Oktober 1947, angkatan udara Indonesia memblokade Belanda melalui udara di Kalimantan melalui Operasi Lintas Udara. Operasi itu hanya dilakukan oleh 13 orang pasukan payung.
(Baca juga: TNI AU Uji Coba Bom P250 Buatan Anak Bangsa)
Angkatan udara Indonesia juga merebut sejumlah stasiun perhubungan udara di sejumlah kota di Indonesia. Setelah berhasil dikuasai, mereka menggunakan stasiun perhubungan udara itu sebagai alat komunikasi dengan satuan di daerah lain sekaligus memberitakan kemerdekaan Republik Indonesia ke penjuru dunia.
Tanggal 5 Oktober 1945, pemerintah RI mengeluarkan maklumat pembentukan tentara kebangsaan yang diberi nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan pimpinan tertinggi Supriyadi dan Kepala Staf Umum Mayor Oerip Soemohardjo, yang berkedudukan di Yogyakarta. BKR Oedara pun berubah menjadi TKR Jawatan Penerbangan.
Dalam perkembangannya, TKR Jawatan Penerbangan berubah nama menjadi Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara.
Alutsista dari Masa ke Masa
Sepanjang era 1950 hingga 1970, angkatan udara berhasil mengembangkan diri dan mengkonsolidasikan diri menjadi angkatan penunjang kedaulatan negara.
Era 1950 adalah gelombang pertama kehadiran pesawat yang lebih modern ketimbang sebelumnya. Misalnya P-51 Mustang, B-25 Mitchel, B-26 Invander, C-47 Dakota dan lain-lain.
(Baca juga: Setelah Di-upgrade, Pesawat F-16 Bantuan AS untuk TNI AU Punya Banyak Kelebihan)
Dalam periode ini, angkatan udara juga melaksanakan sejumlah operasi penumpasan pemberontak. Antara lain penumpasan pemberontakan PKI Madiun, PRRI/Permesta, Republik Maluku Selatan dan DI/TII.
Kegemilangan prestasi angkatan udara Indonesia membawanya menjadi salah satu bala tentara udara yang disegani di kawasan Asia Tenggara pada era 1960-an.
"Pada era ini, angkatan udara mengadakan alutsista dari Blok Barat (C-130 Hercules, C-140 Jetstar dan Helikopter Bell-47-J) dan dari Blok Timur (Mig-19, AN-12 Antonov, Helikopter MI-4 dan MI-6)," papar Jemi.
Dengan kekuatan udara itu, TNI AU berhasil melaksanakan sejumlah operasi, antara lain merebut Irian Barat (Operasi Trikora), Operasi Dwikora (konfrontasi Indonesia-Malaysia) dan penumpasan Gerakan 30 September PKI.
Pada pertengahan 70-an, kekutatan angkatan udara bertambah lagi dengan kedatangan F-86 Sabre, T-33 Bird, Fokker F-27, helikopter Puma SA-330, helikopter latih Bell 47G Sioux dan AT-16 Harvard.
(Baca juga: Ketua Komisi I: Marsekal Hadi Sukses Merevitalisasi Alutsista TNI AU)