Dasar PK dari putusan Buni Yani
Lantas, kenapa sekarang Ahok mengajukan PK? Alasannya adalah adanya kondisi baru terkait putusan Buni Yani yang divonis 1,5 tahun penjara. Terkait putusan itu, Ahok menganggap majelis hakim yang memutusnya bersalah telah melakukan kekhilafan.
Kuasa hukum Ahok mengatakan, putusan bersalah atas Ahok didasari oleh video yang diunggah oleh Buni Yani yang kemudian memicu gelombang unjuk rasa yang dikenal dengan aksi 212, 411, dan seterusnya.
Penasihat Hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian, yang diwawancari Program AIMAN menolak argumentasi pihak Ahok. Menurut Aldwin, Buni Yani tidak pernah dipanggil sebagai saksi dalam persidangan Ahok.
Terkait dengan perdebatan materi hukum ini biarlah Hakim Agung di MA yang memutuskan. Kita tunggu saja setidaknya tiga bulan sesuai dengan masa persidangan maksimal yang telah ditatur.
Lalu, bagaimana implikasi politis jika MA mengabulkan permohonan Ahok? Bisakah Ahok serta merta maju pilpres? Jawabannya, tidak semudah itu.
Dua faktor masa depan politik Ahok 2019
Faktor pertama adalah legal formal. Dalam UU Pilkada yang pernah diputus Mahkamah Konstitusi maupun UU Pemilu yang baru saja disahkan (Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017), dalam Pasal 169 huruf p disebutkan bahwa “Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, tidak bisa diajukan bila pernah dipidana dan sudah memperoleh keputusan hukum tetap dengan ancaman hukuman penjara 5 (lima) tahun atau lebih”.
Isi pasalnya sebagai berikut, “Syarat sebagai Calon Presiden & Calon Wakil Presiden adalah tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.”
Sementara pada Pasal 156a KUHP yang dikenakan dalam kasus Ahok, ancaman pidana maksimalnya adalah lima tahun.
Pasal ini pernah menjadi perdebatan terkait apakah Ahok saat itu perlu mundur atau tidak sebagai gubernur. Pasal 83 Undang-Undang Pemerintah Daerah menyebutkan, kepala daerah yang berstatus terdakwa harus mundur sementara jika diancam dengan hukuman paling singkat 5 (lima) tahun penjara.
Kala itu terjadi perbedaan tajam diantara para pakar hukum tata negara. Ada yang berangggapan bahwa frasa paling lama 5 tahun dan paling singkat 5 tahun memiliki irisan.
Nah, bagaiamana dengan frasa Pasal 169 UU Pemilu? Pasti akan kembali terjadi perbedaan tajam mengenai pasal ini.
Selanjutnya, faktor kedua masa depan politik Ahok lebih bersifat pragmatis. Apakah Ahok memiliki elektabilitas yang tinggi jika maju dalam pilpres 2019?
Baru-baru ini Lembaga Survei Populi Center mengeluarkan hasil surveinya. Lembaga ini satu-satunya yang menempatkan Ahok dalam surveinya.